NORTH SULAWESI
Type of Collection | : Vinyl 12 inch |
Artist/Group | : Band Kolintang The Mawenangs |
Album Title | : Kolintang |
Language | : Various regional languages in Indonesia |
Year of Release | : No Data |
Label | : Indah Records |
Serial Number | : SML-12063 |
Contributor | : Museum Musik Indonesia |
Reference Link: https://soundcloud.com/frans-ratag/sets/the-mawenangs-kolintang-group
Tracklist
NO | Song Title | Origin | Vocal |
SIDE A : | |||
1 | Ande ande lumut | East Java | Onna Singal |
2 | Ampuruk | E.Pratasis | Onna Singal/Jack Watupongoh |
3 | Ungkuanu | North sulawesi | Onna Singal |
4 | Ole Sio | Maluku | Onna Singal/Jack Watupongoh |
5 | Halo halo Bandung | West Java | Instrumental |
SIDE B : | |||
1 | Angin Mamiri | South Sulawesi | Febry Subono |
2 | Lumaja | No data | Onna/Jack Watupongoh |
3 | Si Kokokuk | No data | Jack Watupongoh |
4 | Lisoi | North Sumatera | Onna/Jack Watupongoh |
5 | Si Kaleongku | No data | Uta Warow |
Biography
Mawenangs is the name of the kolintang music group led by Mrs. Subono which was founded in In November 1975. Mawenangs was invited to the United Kingdom to play there in commemoration of the Anglo Indonesian Association. The event was sponsored by national Minahasan companies, namely Udatimex and Bouraq. In addition to London, they also played in the Netherlands. Anneke Gronloh, a singer who was born in the land of Minahasa and lives in the Netherlands, at that time joined the singing with the Mawenangs.
About Album
In this recording, The Mawenangs Kolintang band was led by Mrs.Tine Hamzah and Mrs. Vonny Subono. This album Contains 10 songs sung by singers Onna Singal, Jack Watupongoh, and Febry Subono. Some are performed in a duet, some are performed solo. One composition is an instrumental which emphasizes the kolintang game. Although The Mawenangs comes from Minahasa, the songs that are sung come from various regions in the archipelago such as Ande-ande Lumut (East Java), Halo-halo Bandung (West Java), or Ole Sio (North Sumatra). This implements the spirit of Bhinneka Tunggal Ika in music. The recording in the form of a LP was released by Indah Record. Just like other vinyl record products made in Indonesia, no data was found about the year of release.
Story
Kolintang is a traditional percussion instrument from Minahasa, North Sulawesi, consisting of wooden blades arranged in a row and mounted on a wooden tub. Kolintang is usually played in an ensemble. In Minahasa society it is used to accompany traditional ceremonies, dance, sing, and make music. The materials used to make Kolintang are light but strong local wood such as Egg wood (Alstonia sp), Wenuang wood (Octomeles Sumatrana Miq), Cempaka wood (Elmerrillia Tsiampaca), Waru wood (Hibiscus Tiliaceus), and the like which have parallel fiber construction. .
The word “kolintang” comes from the sound “tong” for low notes, “ting” for high notes, and “tang” for middle notes. In the past, the Minahasa people used to invite them to play kolintang by saying “Let’s play tong-ting-tang” or in the Minahasa local language “Maimo Kumolintang”. From that habit emerged the term “kolintang”. There is a Minahasa folklore about the origin of the discovery of the kolintang musical instrument. In a village in Minahasa there is a girl who is very beautiful and good at singing named Lintang. One day Lintang was proposed by Makasiga a young man and woodcarver. Lintang accepted Makasiga’s proposal on one condition, namely that Makasiga had to find a musical instrument that sounded more melodious than a gold flute. Makasiga with wood carving skills managed to find the musical instrument that is the forerunner of kolintang.
In 2013, the kolintang musical instrument from the Minahasa tribe, North Sulawesi was recognized as an Indonesian Intangible Cultural Heritage (WBTB) by the Indonesian Ministry of Education and Culture. Efforts to obtain the same recognition from UNESCO have also been carried out, but until 2021 have not been successful.
Important score
Local wisdom needs to be maintained and preserved, only by using kolintang, the Minahasa people is able to accompany songs from various regions in Indonesia.
(Writer: Anang Maret-Indonesian Music Museum)
>>>>>>>>>>>>>
Biography
Mawenangs merupakan nama kelompok musik kolintang pimpinan Nyonya Subono yang didirikan di tahun. Pada bulan November 1975 Mawenang diundang ke Britania Raya untuk bermain di sana dalam rangka peringatan Anglo Indonesian Association. Acara tersebut disponsori perusahaan-perusahaan nasional milik orang Minahasa yaitu Udatimex dan Bouraq. Selain di London, mereka bermain juga di empat kota di Inggris di samping di Negeri Belanda. Anneke Gronloh, penyanyi yang lahir di tanah Minahasa dan tinggal di Belanda, saat itu ikut menyanyi bersama Mawenangs.
About Album
Dalam rekaman ini Band Kolintang The Mawenangs dipimpin oleh Nj. Tine Hamzah dan Nj. Vonny Subono. Memuat 10 lagu yang dilantunkan oleh penyanyi Onna Singal, Jack Watupongoh, dan Febry Subono. Ada yang dibawakan secara duet, ada pula yang solo. Satu komposisi merupakan instrumentalia yang mengedepankan permainan kolintang. Meskipun The Mawenangs berasal dari Minahasa, namun lagu-lagu yang dibawakan berasal dari berbagai daerah di Nusantara semisal Ande-ande Lumut (Jawa Timur), Halo-halo Bandung (Jawa Barat), atau Ole Sio (Sumatera Utara). Hal ini mengimplemetasikan semangat bhinneka tunggal ika dalam musik. Rekaman berupa piringan hitam ini dirilis oleh Indah Record. Sama seperti produk-produk piringan hitam lainnya yang dibuat di Indonesia, tak ditemukan data tahun berapa rekaman ini diproduksi atau diedarkan.
Story
Kolintang adalah alat musik pukul tradisional dari Minahasa, Sulawesi Utara, yang terdiri dari bilah-bilah kayu yang disusun berderet dan dipasang di atas sebuah bak kayu. Kolintang biasanya dimainkan secara ansambel. Dalam masyarakat minahasa digunakan untuk mengiringi upacara adat, tari, menyanyi, dan bermusik. Bahan yang dipakai untuk membuat Kolintang adalah kayu lokal yang ringan namun kuat seperti kayu Telur (Alstonia sp), kayu Wenuang (Octomeles Sumatrana Miq), kayu Cempaka (Elmerrillia Tsiampaca), kayu Waru (Hibiscus Tiliaceus), dan sejenisnya yang mempunyai konstruksi serat paralel.
Kata “kolintang” berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, “ting” untuk nada tinggi, dan “tang” untuk nada tengah. Dahulu, orang Minahasa biasanya mengajak bermain kolintang dengan mengatakan “Mari kita ber-tong-ting-tang” atau dalam bahasa daerah Minahasa “Maimo Kumolintang”. Dari kebiasaan itulah muncul istilah “kolintang”. Ada suatu cerita rakyat Suku Minahasa tentang asal-mula ditemukannya alat musik kolintang. Dalam suatu desa di Minahasa terdapat seorang gadis yang sangat cantik dan pandai bernyanyi bernama Lintang. Suatu hari Lintang dilamar oleh Makasiga seorang pemuda dan pengukir kayu. Lintang menerima lamaran Makasiga dengan satu syarat yaitu Makasiga harus menemukan alat musik yang bunyinya lebih merdu dari seruling emas. Makasiga dengan keahlian mengukir kayu berhasil menemukan alat musik tersebut yaitu cikal bakal dari kolintang.
Pada tahun 2013, alat musik kolintang dari suku Minahasa, Sulawesi utara diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Usaha memperoleh pengakuan yang sama dari UNESCO juga telah dilakukan, namun sampai tahun 2021 belum berhasil.
Nilai Penting
Kearifan lokal perlu dijaga dan dilestarikan, hanya dengan bilah bilah kayu masyrakat Minahasa mampu mengiringi lagu lagu dari berbagai daerah di Indonesia.
(Writer: Anang Maret-Museum Musik Indonesia)