Gugum Gumbira & H Idjah Hadidjah – Serat Salira

0

WEST JAVA

Type of Collection: Cassette
Main Artist: Gugum Gumbira & H Idjah Hadidjah
Music: Gamelan Jugala Group
Kendang Player: Suwanda
Album Tittle: Serat Salira
Origin: West Java
Language: Sunda
Label: Jugala
Year of Release: 1982
Serial Number: No Data
Contributor: MMI, Malang, 2021

Reference Link:

Track List

No.Song TitleVocal
Side A  
1.Banda UrangH Idjah Hadidjah
2.Serat SaliraH Idjah Hadidjah
3.GaplekH Idjah Hadidjah
   
Side B  
1.Kalayak MuragH Idjah Hadidjah
2.Salah SoranganH Idjah Hadidjah
3.KangsrengH Idjah Hadidjah
4.Renggong MalangH Idjah Hadidjah

Artist’s Biography

Gugum Gumbira or in full Drs. Gugum Gumbira Tirasondjaja is an artist who develops Sundanese dance and music. He was born in Bandung on April 4, 1945 and died in Bandung also on January 4, 2020. He lived as an artist as a Sundanese music writer, orchestra leader and dance stylist.

The singer in this album is Hj. Idjah Hadidjah who was born in Karawang, West Java on March 12, 1956. She is a Wayang Golek singer and singer of Jaipongan songs. From the age of 14 she began to learn to sing with Deden Winingsih and joined the wayang golek group Tjetjep Supriadi who later became her husband.

In the 1980s Idjah was at the peak of her career as a singer for the wayang golek group led by her husband. Gugum Gumbira was apparently interested in her vocal abilities, then hired her to sing jaipong songs for the Jugala Group.

The Album

The album, entitled Serat Salira, is a work of music and dance from West Java known as Jaipong. This album is the result of a collaboration between Gugum Gumbira and Hj. Idjah Hadidjah. There are 7 songs on this cassette. The song was composed by Gugum, vocals by Idjah and the accompanying music by Gamelan Jugala Group. The song Banda Urang, which is the first song in this album, is the song used to accompany the Rendeng Bojong dance. A male-female couple dance created by Gugum Gumbira with gamelan accompaniment that accentuates the sound of Kendangs.

The Story

Gugum Gumbira’s youth was filled with learning pencak silat, a typical Indonesian martial art. From these pencak silat movements which he then combined with music that is usually used to accompany mask dances and wayang golek. This dance created by Gugum seems to have succeeded in elevating and popularizing the Ketuk Tilu dance which previously existed in Sundanese rural communities. It is called Ketuk Tilu because there are 3 traditional bonang instruments that are used to accompany this dance.

In the original Ketuk Tilu, the group usually consists of a pot-gong tap tilu, other small gongs, a fiddle, a barrel drum, and a female singer-dancer (ronggeng) who often invites men to dance with her. Gugum expanded the drum section as part of urban gamelan, accelerated the music, redefining singers simply as singers. Many listeners think that this music is very complex with dynamic rhythms. From that Ketuk Tilu then developed into Jaipong.

Jaipongan made its debut in 1974 when Gugum and his first gamelan and dancers performed in public. This dance is still popular as a stage dance, performed by women, mixed couples or as a solo. Jaipongan performances are often displayed as entertainment in local traditional events, one of which is at weddings. Along with the times and the acceptance of this Gugum Gumbira art by the Sundanese people, Jaipong was officially crowned as a traditional dance from West Java.

Jaipongan albums were also produced outside Indonesia, including Tonggeret by Idjah Hadidjah and Gugum Gumbira with the Jugala orchestra, which was released in 1987. There are also other albums with the title West Java: Jaipong Sunda and Other Popular Music released by Elektra Records. Japan has also produced this Jaipong music.

The Jugala Gugum Gumbira studio in Bandung served as the basis for composing the orchestral music. They combine various Sundanese musical instruments, including gamelan, percussion, fiddle and flute. The Jugala troupe and dance troupe, have created and recorded several other musicians’ works, including Sabah Habas Mustapha and The Residents.

There is also information that Jaipong dance as a traditional art of West Java also emerged from Karawang Regency. One proof of the birth of jaipongan in Karawang is the recording of dance movements released by the Suanda Group in 1976.

The recording which shows the combined movement of several elements of the Karawang regional art is played with various musical instruments.  They were drums, gongs, kecrek and other supporting musical instruments. The uniqueness of the movement that collaborates with various types of art is slowly getting known to the wider community. Gugum Gumbira, who later developed and introduced Jaipong to his hometown.

The two versions about the origin of the Jaipong dance, of course, each have their own reasons for expressing it. Both are arts from the West Java area. Apart from this, the arts which are synonymous with spontaneous and slightly humorous movements need to be preserved together.

Important Value

Even though there are two versions of the origin of Jaipong art, they do not need to be contradicted. This album has demonstrated the close collaboration between Gugum Gumbira from Bandung on the one hand with H Idjah Hadidjah and Suanda from Karawang.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Biografi Artist

Gugum Gumbira atau lengkapnya Drs. Gugum Gumbira Tirasondjaja  adalah seorang seniman yang mengembangkan seni tari dan seni musik Sunda. Beliau lahir di Bandung 4 April 1945 dan meninggal di Bandung juga pada tanggal 4 Januari 2020. Profesi seniman dijalaninya sebagai penulis musik Sunda, pemimpin orchestra serta penata tari.  

Penyanyi dalam album ini adalah Hj. Idjah Hadidjah yang lahir di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 12 Maret 1956. Dia adalah seorang pesinden wayang golek dan penyanyi lagu jaipongan. Sejak usia 14 tahun dia mulai belajar menyanyi pada Deden Winingsih dan bergabung dengan kelompok wayang golek Tjetjep Supriadi yang kemudian menjadi suaminya.

Pada tahun 1980-an Idjah berada di puncak kariernya sebagai pesinden untuk kelompok wayang golek yang dipimpin oleh suaminya. Gugum Gumbira rupanya tertarik dengan kemampuan vocalnya, lalu mengontraknya untuk menyanyikan lagu-lagu jaipong untuk group Jugala.

Album

Album berjudul Serat Salira ini adalah salah satu karya seni musik dan tari dari Jawa Barat yang dikenal dengan nama Jaipong. Merupakan album hasil kolaborasi Gugum Gumbira dan Hj. Idjah Hadidjah. Terdapat 7 buah lagu di dalam kaset ini. Lagu diciptakan oleh Gugum, vocal oleh Idjah dan musik pengiringnya Gamelan Jugala Group. Lagu Banda Urang yang merupakan lagu urutan pertama dalam album ini, adalah lagu yang dipergunakan untuk mengiringi tarian Rendeng Bojong. Sebuah tarian pasangan pria-wanita yang diciptakan oleh Gugum Gumbira dengan iringan gamelan yang menonjolkan suara kendang.

Story

Masa muda Gugum Gumbira diisi dengan belajar pencak silat, seni bela diri khas Indonesia. Dari gerakan-gerakan pencak silat tersebut yang kemudian dia gabungkan dengan musik yang biasa dipergunakan untuk mengiringi tari topeng dan wayang golek. Tarian kreasi Gugum ini rupanya berhasil mengangkat dan mempopulerkan tari Ketuk Tilu yang sebelumnya telah ada pada masyarakat pedesaan Sunda.  Disebut Ketuk Tilu karena ada 3 alat pukul bonang yang dipergunakan untuk mengiringi tarian ini.

Dalam Ketuk Tilu asli, kelompok biasanya terdiri dari pot-gong ketuk tilu, gong kecil lainnya, rebab, drum barel, dan seorang perempuan penyanyi-penari (ronggeng) yang sering mengajak laki-laki untuk menari dengannya. Gugum memperluas bagian drum sebagai bagian dari gamelan perkotaan, mempercepat musik, mendefinisikan ulang penyanyi hanya sebagai penyanyi. Banyak pendengar menganggap bahwa musik ini sangat kompleks dengan irama yang dinamis. Dari Ketuk Tilu itulah kemudian berkembang menjadi Jaipong.

Jaipongan memulai debutnya pada 1974 ketika Gugum beserta gamelan dan penari pertamanya tampil di depan umum. Tarian ini sampai sekarang tetap popular sebagai tari panggung, dilakukan oleh perempuan, pasangan campuran atau sebagai solo. Pertunjukan jaipongan kerap ditampilkan sebagai hiburan dalam acara-acara adat setempat salah satunya pada acara pesta perkawinan. Seiring perkembangan zaman dan diterimanya kesenian garapan Gugum Gumbira ini oleh masyarakat Sunda, maka secara resmi Jaipong dinobatkan sebagai tari tradisional dari Jawa Barat.

Album Jaipongan juga diproduksi di luar Indonesia, antara lain adalah Tonggeret oleh Idjah Hadidjah dan Gugum Gumbira bersama Jugala orkestra, yang dirilis pada tahun 1987. Ada pula album lainnya dengan judul Jawa Barat: Jaipong Sunda dan Musik Populer lainnyayang dirilis oleh Elektra Records. Jepang juga pernah memproduksi musik Jaipong ini.

Studio Jugala Gugum Gumbira di Bandung berfungsi sebagai dasar untuk menata musik orkestranya. Mereka memadukan berbagai instrument musik sunda, termasuk gamelan, perkusi, rebab dan suling. Kelompok Jugala dan kelompok tari, telah menciptakan dan merekam beberapa karya musisi lainnya, termasuk Sabah Habas Mustapha dan The Residents.

Terdapat informasi pula bahwa tari jaipong sebagai kesenian tradisional Jawa Barat juga muncul  dari Kabupaten Karawang. Salah satu bukti lahirnya jaipongan di Karawang yakni adanya rekaman gerakan tari yang dikeluarkan oleh Suanda Group pada tahun 1976.

Rekaman yang menunjukkan adanya gabungan gerakan dari beberapa unsur kesenian daerah Karawang ini dimainkan dengan berbagai alat music. Yaitu berupa gendang, gong, kecrek dan alat musik pendukung lainnya. Keunikan gerakan yang mengkolaborasikan berbagai jenis kesenian tersebut perlahan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Gugum Gumbira kemudian mengembangkan memperkenalkan di daerah kelahirannya.

Kedua versi tentang asal usul tari jaipong tentu masing-masing memiliki alasan sendiri dalam mengungkapkannya. Keduanya merupakan kesenian dari daerah Jawa Barat. Terlepas dari hal tersebut kesenian yang identik dengan gerakan yang spontan dan sedikit humoris tersebut perlu kita jaga kelestarian nya bersama.​

Nilai Penting

Walupun ada dua versi tentang asal usul kesenian Jaipong, namun hal tersebut tak perlu dipertentangkan. Album ini telah menunjukkan kolaborasi yang erat antara Gugum Gumbira dari Bandung di satu fihak dengan H Idjah Hadidjah dan Suanda dari Karawang.

Writer: Hengki Herwanto-MMI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here