Massada Group – Pukul Tifa

0

MALUKU

Type of Collection: Vinyl
Main Artist: Massada
From: Amsterdam-Holland
Produced: Massada
Co Produced & Enginered: Robin Freeman & Martien Weytmans
Album Tittle: Pukul Tifa
Origin of Traditional Songs: Maluku
Label: Kendari Records
Year of Release: 1979
Serial Number: KDR 21010 KL
Contributor: Oma June Swartz, Holland 2012

Reference Link:

Tracklist

No.Song TitleComposerArranger
Side 1   
1.Impulse of RhythmMassadaMassada
2.There’s No Time to ReturnMassadaMassada
3.Fathers Within One FatherZ MustamuMassada
    
Side 2   
1.ArumbaiC LatulMassada
2.TjakaleleN Nosa & MassadaN Noya & Massada
3.Unknown DestinationMassada & Z MustamuMassada
4.Air Mata TumpaMassadaMassada

Artist Biography

Massada is a Maluku-Dutch group founded by Jonny Manuhutu in 1973 in Huizen City, North Holland Province. Group members are Yopi Manuhutu (drums), Jhon Manuhutu (vocals), Nippy Noya (percussion), James Syahbandar (bass), and Elvin Manuhua (drums). There are two guitarists, Rudy The Queljoe and Yan Yermias.

In 1978 they released their debut album titled Astaganaga and produced the hit songs Dansa and Latin Dance. The color of the music takes a lot of Latin American rhythms with the dominance of percussion instruments.

Album

A year later this album was released. It is the second album that was published in May 1979. It is titled Pukul Tifa and contains 7 songs. The color of the music is more oriented to Maluku music which highlights the beat rhythm on the tifa musical instrument. The album was quite successful and managed to bring Massada to do a tour show to Germany.

Story

This embryo group actually started in the 1960s. At that time, they used the name The Eagles and often appeared to enliven the party of Maluku residents living in the Netherlands. The name The Eagles later changed to Massada in 1973.

In 1980 the third album was released with the title Pusaka. In it there is a song called Sajang-é. This single was successful in its circulation in the Netherlands. A year later an album called Baru was born. The cover of the record depicts a pregnant mother’s belly, as a symbol of a new life. The color of the music has a more funky Latin character. This New Album does not contain songs in Indonesian or Maluku language. This change of style was not appreciated by many fans (and also a number of band members). Apparently it was Massada’s last studio album. After that there are still live albums they released and some singles.

In 2009 Massada successfully performed in Ambon, Maluku in the Ambon Jazz Plus Festival (AJPF). Seven years later, exactly in 2016, they returned to entertain the people of Ambon. Massada performed in a concert entitled Maluku in Harmony which was held at Taman Budaya Karang Panjang Ambon.

The group, which has been famous in Europe, especially in the 70s to 80s, performed with other concert supporters, namely Yopie Latul, 3G Reunion and Hawaiaan Band. For three hours they performed to entertain the people of Basudara in their homeland who miss their musical plays. This group is known for its musical color which is a combination of Maluku music and Latin American music with a dominance of percussion beats. The song Air Mata Tumpah is the opening song of Massada’s concert. A number of other songs performed include Sajang E, Tjakalele, Arumbae, Latin Dance and a number of other songs.

 “This is the second time katong (we) have performed in Ambon, and we will definitely give the best for all the basudara in this city that we love and miss,” said Massada band drummer Yopi Manuhutu. He was happy to have the opportunity to return to entertain the people of Ambon, since he last performed in 2009. These Maluku musicians feel Ambon as their ancestral land that cannot be separated. “Even though we were born and raised in the Netherlands, our love for Maluku is still there. Our longing paid off when we set foot in the land of Maluku again, and even more so tonight we performed at a music concert, “he said.

Other Massada personnel Rudy the Queljoe said he was proud to be back to sing and entertain his own fellow basudarans. “Our longing is to be able to perform in Ambon and now we are at home. We will play music and sing to entertain our brothers in Maluku, “he said.

Important Values

The culture of kinship and love of the land of birth is an identity that is closely attached to the Maluku community as reflected in this album. Despite his success in the Netherlands, Massada still includes Maluku songs in each of his albums. Unfortunately this was not done in their last album.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Biografi Artist

Massada adalah sebuah group Maluku-Belanda yang didirikan oleh Jonny Manuhutu tahun 1973 di Kota Huizen, Provinsi Holland Utara. Anggota group adalah Yopi Manuhutu (drum), Jhon Manuhutu (vokal), Nippy Noya (perkusi), James Syahbandar (bass), dan Elvin Manuhua (drum). Terdapat dua pemain gitar yaitu Rudy The Queljoe serta Yan Yermias.

Pada tahun 1978 mereka merilis album perdananya berjudul Astaganaga dan menghasilkan lagu hit Dansa dan Latin Dance. Warna musiknya banyak mengambil irama Amerika Latin dengan dominasi permainan perkusi.

Album

Setahun kemudian lahirlah album ini. Merupakan album kedua yang beredar pada bulan Mei 1979. Judulnya Pukul Tifa dan berisi 7 buah lagu. Warna musiknya lebih berorientasi pada musik Maluku yang menonjolkan ritme pukulan pada instrument musik tifa. Album ini cukup sukses dan berhasil mengantarkan Massada untuk melakukan tour show ke Jerman.

Story

Embrio group ini sebenarnya dimulai pada tahun 1960-an. Saat itu mereka menggunakan nama The Eagles dan sering tampil menyemarakkan acara pesta warga Maluku yang tinggal di Belanda. Nama The Eagles kemudian berubah menjadi Massada pada tahun 1973.

Pada tahun 1980 album ketiga dirilis dengan judul Pusaka. Di dalamnya terdapat lagu berjudul Sajangé . Single lagu ini sukses dalam peredarannya di Belanda. Setahun kemudian lahir album berjudul Baru. Cover piringan hitamnya bergambar perut ibu hamil, sebagai symbol dari sebuah kehidupan baru.  Warna musiknya memiliki karakter Latin yang lebih funky. Album Baru ini tidak memuat lagu-lagu dalam bahasa Indonesia atau Maluku. Perubahan gaya ini tidak diapresiasi oleh banyak penggemar (dan juga sejumlah anggota band). Rupanya itu adalah album studio terakhir dari Massada. Setelah itu masih ada live album yang mereka keluarkan dan beberapa single.

Pada tahun 2009 Massada berhasil tampil di Kota Ambon, Maluku dalam acara Ambon Jazz Plus Festival (AJPF). Tujuh tahun kemudian, tepatnya tahun 2016 mereka kembali menghibur warga kota Ambon. Massada tampil dalam konser bertajuk Maluku in Harmony yang dilaksanakan di Taman Budaya Karang Panjang Ambon.

Grup yang telah terkenal di di kawasan Eropa terutama di era 70-an hingga 80-an ini pentas bersama pendukung konser lainnya yakni Yopie Latul, 3G Reunion dan Hawaiaan Band. Selama tiga jam mereka tampil untuk menghibur masyarakat basudara di tanah kelahiran yang rindu akan permainan musik mereka. Kelompok ini dikenal dengan warna musiknya yang merupakan gabungan musik Maluku dan music Amerika Latin dengan dominasi pukulan perkusi. Lagu Air Mata Tumpah merupakan lagu pembuka konser Massada. Sejumlah lagu lainnya yang dibawakan diantaranya Sajang E, Tjakalele, Arumbae, Latin Dance dan sejumlah lagu lainnya.

 “Ini kali kedua katong (kami) tampil di Ambon, dan kami pasti memberikan yang terbaik bagi semua basudara di kota yang kami cintai dan rindukan ini,” kata drumer band Massada, Yopi Manuhutu. Dirinya merasa bahagia mendapat kesempatan untuk kembali menghibur masyarakat Kota Ambon, sejak terakhir tampil di tahun 2009. Para musisi berdarah Maluku ini merasakan Ambon sebagai tanah leluhurnya yang tidak bisa terpisahkan. “Walaupun lahir dan besar di Belanda tetapi kecintaan kami pada Maluku tetap ada. Rasa rindu kami terbayar ketika kembali menginjakan kaki di tanah Maluku, dan terlebih lagi malam ini kami tampil di konser musik,” ujarnya.

Personel Massada lainnya Rudy the Queljoe mengatakan kebanggannya bisa hadir kembali untuk bernyanyi dan menghibur sesama basudaranya sendiri. “Kerinduan kami untuk bisa tampil di Ambon dan sekarang kami telah berada dirumah sendiri. Kami akan akan bermain musik dan bernyanyi untuk menghibur saudara-saudara kami di Maluku,” katanya.

Nilai Penting

Budaya kekerabatan dan cinta tanah kelahiran merupakan jati diri yang melekat erat pada masyarakat Maluku seperti tercermin dalam album ini. Walaupun telah sukses di negeri Belanda, Massada tetap memasukkan lagu-lagu Maluku dalam setiap albumnya. Sayang hal ini tidak dilakukan dalam albumnya yang terakhir.

Writer: Hengki Herwanto-Museum Musik Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here