Busana Panggung Group Dara Puspita, Salah Satu 20 Koleksi Unggulan Museum Musik Indonesia

0

Busana ini merupakan kostum panggung yang dipakai oleh Titiek AR, pemain gitar Band Dara Puspita yang dijahit sendiri di Belanda pada tahun 1970 saat mereka  pentas di negara-negara Eropa. Busana yang telah berumur lebih dari 50 tahun ini menjadi istimewa karena Dara Puspita merupakan band wanita pertama Indonesia yang berhasil mengadakan tour show ke negara-negara di Asia dan Eropa. Group ini dibentuk di Kota Surabaya pada tahun 1964 dan aktif sampai tahun 1972.

Memperhatikan kronologis perjalanan Dara Puspita saat meninggalkan Indonesia tahun 1968 dan busana dibuat di Belanda pada tahun 1970, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rentang waktu penggunaan busana ini adalah dari tahun 1970 sampai 1972. Pada periode tersebut Dara Puspita melakukan pertunjukan di Belanda, Belgia, Prancis, dan Spanyol. Di negara-negara tersebutlah busana tadi dikenakan oleh Titiek AR. Selain  dalam pentas-pentas di Eropa, selanjutnya busana ini dipergunakan di Indonesia. Selepas tour show ke beberapa kota di Indonesia  tahun 1971-1972 dan berakhir di Makassar, group ini tidak aktif lagi.

Kajian:

Perjalanan musik di Indonesia setelah kemerdekaan sampai tahun 1970 memiliki warna yang bervariasi. Musik tradisi dan lagu-lagu daerah berkembang sejalan dengan musik keroncong dan musik populer.  Pengenalan dan promosi juga dilakukan ke mancanega. Untuk musik tradisi Pemerintahan Presiden Soekarno seringkali mengadakan misi kebudayaan ke negara-negara sahabat dengan melibatkan seniman-seniman daerah. Untuk lagu lagu rakyat atau folk song yang aktif memperkenalkan ke berbagai negara adalah Gordon Tobing dari Sumatera Utara. Untuk musik keroncong ada George de Fretes, musisi Maluku kelahiran Bandung serta maestro keroncong Gesang dari Surakarta yang terkenal dengan lagu Bengawan Solo. Menyusul kemudian Waldjinah, juga kelahiran Surakarta.

Bagaimana dengan musik pop? Kehadiran Elvis Presley dan The Beatles rupanya membuat Presiden Soekarno khawatir akan mempengaruhi atau membunuh kebudayaan nasional. Maka dilaranglah jenis lagu-lagu rock and roll untuk dinyanyikan di Indonesia. Presidenpun mengundang beberapa seniman musik ternama untuk membuat konsep musik yang berkepribadian Indonesia. Maka lahirlah Irama Lenso. Pada masa itu Koes Bersaudara merupakan group yang tampil di depan mengumandangkan musik populer di dalam negeri. Perjalanan kariernya cukup berat menghadapi kebijakan pemerintah saat itu yang melarang penampilan lagu-lagu rock and roll atau istilahnya lagu “ngak ngik ngok”. Perjuangannya membawa mereka harus menghuni penjara selama 3 bulan.

Pada era itulah di Surabaya terbentuk band wanita dengan 4 orang anggotanya yaitu Les AR, Titiek AR, Susy Nander dan Anny Kusuma. Nama groupnya Irama Puspita. Setahun kemudian mereka pindah domisili ke Jakarta dan posisi Anny Kusuma digantikan oleh Titik Hamzah. Nama group berubah menjadi Dara Puspita. Tiga tahun mereka berjuang di Jakarta sampai akhirnya pada tahun 1968 memperoleh kesempatan untuk melakukan tour show ke mancanegara. Sebelumnya yaitu pada tahun 1965 tour mereka masih sebatas negara-negara Asia Tenggara seperti Singapore, Malaysia dan Thailand. Lalu tahun 1968 berlanjut ke Asia Tengah, yaitu Iran dan Turki. Puncaknya selama 3,5 tahun mereka pentas di berbagai negara Eropa Hongaria, Belgia, Inggris, Belanda, Jerman, Spanyol, Prancis, dan sempat membuat rekaman di Inggris dan Belanda yang salah satu lagunya berjudul Surabaja dalam versi bahasa Inggris. Mereka telah berjuang membuka mata dunia bahwa Bangsa Indonesia juga sanggup bersaing di dunia Internasional di bidang musik pop. Ini juga menunjukkan bahwa wanita Indonesia juga memiliki kemampuan yang sama dengan pria, kesetaraan gender kalau memakai istilah saat ini. Majalah Rolling Stone Indonesia juga menulis bahwa Dara Puspita merupakan wujud keberanian berekspresi di bawah tekanan rezim Orde Lama yang represif terhadap budaya barat yang dianggap melemahkan bangsa.

Tahun 1971 mereka kembali ke Indonesia dan mengadakan tour show ke beberapa kota besar selama beberapa bulan. Rupanya itulah rangkaian pentas terakhir mereka dengan nama Dara Puspita. Selanjutnya muncul nama Delima Puspita, Darpus Minplus yang sempat membuat album rekaman, namun sambutan masyarakat sudah mulai berkurang.

Walaupun telah tidak aktif lagi, apreasiasi atau pengakuan terus bertebaran. Pada tahun 2010 Alan Bishop dari Sublime Frequencies pernah merilis ulang sejumlah lagu-lagu Dara Puspita dalam sebuah CD yang ternyata mendapat respon bagus dari dunia internasional. Selanjutnya pada tahun 2014, Groovie Record dari Portugal mengedarkan album vinyl yang isinya merupakan kompilasi lagu-lagu Dara Puspita dan diberi judul The Garage Years. Sebuah group wanita dilahirkan oleh Titik Hamzah di Jakarta pada tahun 1985 dengan nama Adarapta dan menghasilkan satu album rekaman kaset berisi lagu-lagu yang pernah direkam Dara Puspita. Musik Dara Puspita juga menginspirasi lahirnya group wanita lain di luar negeri. Setidaknya tercatat ada 2 group yaitu Empat Lima dari Melborne Australia dan Loui Loui dari Philadelphia, USA. Apresiasi  terbaru diberikan pada tanggal 12 Maret 2021 yang lalu oleh MURI (Museum Rekor Indonesia) dengan predikat Group Band Pertama dengan Semua Anggota Perempuan.

Busana panggung yang dikenakan merupakan salah satu bukti fisik otentik atas sejarah yang dibangun oleh Dara Puspita. Bukti otentik lainnya bisa berupa album rekaman, instrumen musik yang dipergunakan, berita-berita di media masa atau koleksi foto-foto. Busana Panggung dibuat di Belanda 1970. Dipakai untuk show di Eropa tahun 1970 sd 1971 yaitu di Belanda, Belgia, Prancis, dan Spanyol. Juga pentas terakhir di kota-kota di Indonesia tahun 1971 dan 1972.

Nilai Penting Sejarah

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan Dara Puspita telah mewarnai secara signifikan sejarah musik di Indonesia tahun 1964 sampai 1972 dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai sekarang.

Dara Puspita merupakan bentuk keberanian berekspresi di bawah tekanan rezim Orde Lama yang berusaha membendung budaya barat yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.  Mereka telah berjuang membuka mata dunia bahwa Bangsa Indonesia juga sanggup bersaing di dunia Internasional di bidang musik pop. Ini juga menunjukkan bahwa wanita Indonesia juga memiliki kemampuan yang sama dengan pria, kesetaraan gender kalau memakai istilah saat ini. Busana panggung yang dikenakan merupakan salah satu bukti fisik otentik atas sejarah yang dibangun oleh Dara Puspita.

Nilai Penting Kebudayaan

Dara Puspita memahami bahwa budaya anak muda pada era itu khususnya di bidang seni musik sangat menggemari musik rock and roll yang datang dari dunia barat. Mereka tampil untuk memenuhi selera musik generasi muda yang kebetulan sejalan dengan jiwa mereka. Budaya musik rock and roll yang mendunia inilah yang turut mendukung kesuksesan Dara Puspita tampil di mancanegara.

Walaupun selama di mancanegara Dara Puspita lebih banyak membawakan lagu-lagu barat, mereka juga tidak melupakan budaya cinta tanah air. Busana panggung berwarna merah putih yang dijahit sendiri di Zwole Holland merupakan ekspresi kebanggaan mereka terhadap Indonesia. Lagu berjudul Surabaja yang pernah direkam dalam album pertama mereka tahun 1966 di Indonesia, direkam lagi di Belanda. Cover album juga memperlihatkan Titiek AR mempergunakan busana rumbai-rumbai warna merah putih. Single album berupa piringan hitam ini dirilis tahun 1971 oleh DECCA Record dalam versi bahasa Inggris.

Nilai Penting Pendidikan

Lagu berdjudul Surabaja kini menjadi lagu ikon kota Surabaya. Lagu ini masih sering dinyanyikan oleh penyanyi atau band atau paduan Suara. Bahkan sering diputar di stasiun-stasiun kereta api di Surabaya. Syair lagu berlatar belakang perjuangan masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kotanya dari serbuan penjajah. Lagu  Surabaya merupakan sebuah karya musik yang memiliki nilai penting dalam pendidikan sejarah Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Dan Dara Puspita adalah group yang mempopulerkan lagu tersebut.

Identitas

Tahun pembuatan: 1970

Tempat pembuatan:Belanda

Asal perolehan: Pemberian Ibu Titiek A Rachman (pemain Band Dara Puspita)

Tahun perolehan: 2015

Bahan/jenis kain: linen

Warna: merah dan putih

Ukuran  lebar : 45 cm

Ukuran Panjang: 136 cm

Ukuran tebal: 5 cm

Kondisi: baik

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here