Panglima TNI Hadi Tjahjanto menyatakan seluruh awak kapal selam KRI Nanggala-402 meninggal. “Dengan kesedihan yang mendalam, selaku Panglima TNI, saya nyatakan bahwa 53 personel onboard KRI Nanggala-402 telah gugur.,” katanya sedikit tercekat dalam konferensi pers, Minggu (25/4/2021). Dimuat Kompas.com dengan judul “Panglima TNI: 53 Personel KRI Nanggala-402 Telah Gugur”. Doa tulus dan salam hormat untuk seluruh prajurit yang telah mempertaruhkan jiwa raga, menjalankan tugas menjaga keutuhan NKRI.
Tengelamnya KRI Nanggala-402 menambah daftar catatan musibah yang terjadi di negeri kita. Bagaimana sikap seniman merespon musibah dan bencana yang terjadi? Seniman sudah kodratnya adalah cermin dan pencatat zaman. Ide mencipta dapat bersumber dari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal-hal yang sederhana hingga peristiwa sosial, budaya, bencana dan musibah menjadi sumber inspirasi yang tak pernah kering.

Sejumlah penyanyi, musisi dalam blantika musik Indonesia tekun mencatat musibah, bencana dalam lirik lagu-lagu mereka. Virgiawan Listanto lebih dikenal sebagai Iwan Fals (kelahiran Jakarta, 3 September 1961) menulis lagu Celoteh Camar Tolol dan Cemar sebagai bentuk keprihatinan atas musibah tenggelamnya KMP Tampomas Dua terbakar dan tenggelam di sekitar perairan Masalembo di Laut Jawa, 27 Januari 1981 pukul 12.45 wib. Api menjalar dari sebuah kapal/jerit ketakutan/keras melebihi gemuruh gelombang/yang datang/Sejuta lumba-lumba mengawasi cemas/risau camar membawa kabar/tampomas terbakar/risau camar memberi salam/tampomas dua tenggelam.
Dalam bait-bait selanjutnya, Iwan Fals menyuarakan kritik kerasnya atas terbakar dan tenggelamnya Tampomas Dua: Tampomas sebuah kapal bekas/Tampomas terbakar di laut lepas/Tampomas tuh penumpang terjun bebas/Tampomas beli lewat jalur culas/Tampomas hati siapa yang tak panas/Tampomas kasus ini wajib tuntas/Tampomas koran-koran seperti amblas/Tampomas pahlawanmu kurang tangkas/Tampomas cukup tamat bilang naas. Lagu Celoteh Camar Tolol dan Cemar dimuat dalam album Sumbang (Musica Studio, 1983). Album Sumbang didukung Ian Antono dan Abadi Soesman sebagai penata musik.

1910:Tragedi Bintaro. Senin pagi, 19 Oktober 1987 menjadi tanggal yang tak terlupakan dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Kereta api Patas No. 220 dengan rangkaian tujuh gerbong dari arah Tanah Abang menuju ke arah Merak bertabrakan dengan KA No.225 dari Rangkasbitung ke Tanah Abang. Iwan Fals menulis lagu 1910 (sembilan belas-sepuluh) dan dimuat di album 1910 rilisan Musica tahun 1988. Ian Antono menjadi penata musiknya. Lirik lagu 1910:
Apa kabar kereta yang terkapar di senin pagi/
Di gerbongmu ratusan orang yang mati/
Hancurkan mimpi bawa kisah/
Air mata… air mata…/
Belum usai peluit belum habis putaran roda/
Aku dengar jerit dari Bintaro/
Satu lagi catatan sejarah/
Air mata… air mata…/
Berdarahkan tuan yang duduk di belakang meja/
Atau cukup hanya ucapkan belasungkawa aku bosan/
Lalu terangkat semua beban dipundak/
Semudah itukah luka-luka terobati/
Nusantara, tangismu terdengar lagi/
Nusantara, derita bila terhenti/
Bilakah… bilakah…/
Sembilan belas oktober tanah Jakarta berwarna merah/
Meninggalkan tanya yang tak terjawab/
Bangkai kereta lemparkan amarah/
Air mata… air mata…/
Oooh…/
Nusantara langitmu saksi kelabu/
Nusantara terdengar lagi tangismu/
Ho.. ho… ho…/
Nusantara kau simpan kisah kereta/
Nusantara kabarkan marah sang duka/
Saudaraku pergilah dengan tenang/
Sebab luka sudah tak lagi panjang/
Ditimpali raungan gitar Ian Antono (kelahiran Malang, 29 Oktober 1950), Iwan Fals dalam lagu 1910 mempertanyakan tanggung jawab pejabat yang berwenang menangani tragedi kecelakaan kereta api terbesar di Indonesia tersebut.
(Abdul Malik, bersambung)