[Buku Musik] Waldjinah

0
Judul buku: WALDJINAH, Bintang Surakarta & Endah Laras
Gagasan: Ning Hening
Tim Buku: Widhi Hardiyanto Soebekti, Ning Hening, Eka Nur Widi, Nur Rifai, Vuad Rasis, Kang Zunan
Desain Cover: Selo Sumarsono
Ilustrasi Cover: Selo Sumarsono diolah dari foto Waldjinah
Desain dalam dan Tata letak: Rumah Menulis Kebeg Yoni
Editor Bahasa: Siti Naharin
Cetakan pertama: November 2015
Halaman: vi+134 hal.
Penerbit: Rumah Menulis Kebeg Yoni, Solo
Sumbangan: Ning Hening, Surakarta, 2015
Aja turu sore kaki/ana dewa nglanglang jagat/nyangking bokor kancane/isine donga tetulak/sandang lawan pangan

Waldjinah melantunkan bait-bait tembang Asmaradana dipandu Munadi, sang kakak.Setiap hari berlatih dan berlatih. Walhasil, Waldjinah meraih juara pertama Festival Ratu Kembang Kacang se-Eks Karesidenan Surakarta yang diselenggarakan Perfini dan RRI Surakarta tahun 1958.Kala itu usia Waldjinah 13 tahun.Kata pepatah Cina, inilah langkah pertama dari perjalanan sejauh seribu kilometer.Tonggak emas perjalanan Waldjinah dalam dunia musik keroncong.

Buku disusun dengan gaya bertutur Waldjinah kepada  Ning Hening dan Tim Penyusun Buku. Ditulis dengan  runut menyusun biografi Waldjinah Sang Maestro Musik Keroncong.Waldjinah lahir di Surakarta, 7 November 1945. Putri pasangan Sri Hadjid Wiryo Rahardjo dan Kamini Wirdjo Rahardjo. Semula orang tuanya menyiapkan nama Syawaldi. Namun ketika mengetahui bayi yang lahir perempuan, sang bapak memberi nama Wadjinah. “Karena ia lahir di bulan Syawal dan anak nomor sejinah alias sepuluh.” (hal.10).

Karir Waldjinah semakin moncer. Satu persatu penghargaan sebagai pemenang pertama berbagai festival musik keroncong disabetnya. Dunia rekaman pun memberinya ruang antara lain Lokananta dan Elshinta. 

Orkes Keroncong Surakarta dan Waldjinah tak dapat dipisahkan. Keduanya saling terpaut, saling menyatu, saling menyublim. Inilah salah satu rahasia kesuksesan Waldjinah dalam dunia musik. Orkes Keroncong Surakarta didirikan tahun 1968 oleh Soelis Moelyo Boedi Poespopranoto, suami Waldjinah, sekaligus menjadi pimpinan OKS. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan Bambang Hery Santoso (putra pertama Waldjinah) dan Ary Mulyono (putra keempat). Waldjinah memboyong Orkes Keroncong Surakarta saat dikontrak tampil di LCC Night Club Surabaya sepanjang lima tahun.Bersama Orkes Keroncong Surakarta, Waldjinah melantunkan tembang-tembang keroncong ke seluruh penjuru tanah air, juga ke Singapura, Malaysia, Jepang, China, Yunani, Suriname, New Zealand, Belanda.

Pandan Wangi adalah tembang yang sulit dirampungkan Waldjinah: Jumleguring mriyem/Mimise mblaheni/Aku meksa ngenteni/Ati ora tentrem/Apa kang dumadi/Kumembeng eluhku mili/Welingku marang sing tak tresnasi/Openana pandan wangi iki/dadiya pangeling  eling ati, yen aku lunga ora bali/. Berkali-kali Waldjinah berlatih untuk menyelesaikan tembang tanpa isak tangis. Harini Dwi Hastutiningsih, putri terkasih,  kembali kepangkuan Tuhan.(1972).Waldjinah mengalami kesedihan mendalam. Waldjinah telah memasuki fase spiritual. Lagu yang dilantunkannya  bukan sekedar menyuarakan deretan larik dan mengisi nada-nada, namun keduanya sudah menyatu dalam sukma, dalam roso.Ngrembuyung ijo godonge wangi/pandanku tansah tak openi/nggonku nandur ana pinggir sumur/wektu ati pinuju kuwur/yen tak tandur subur mratandani/gembirane wong sing tak tresnani/yen tak tandur alum nganti lebur/tanda susah atine ajur.

Regenerasi menjadi satu kegelisahan Waldjinah:siapakah yang meneruskan musik keroncong? Waldjinah menaruh harapan itu pada Endah Laras. Sosok penyanyi, penari, pemain film kelahiran Surakarta, 3 Agustus 1976.

Museum Musik Indonesia di Kota Malang menyimpan banyak karya rekam Waldjinah, baik kaset maupun vinyl.Busana Waldjinah juga menjadi salah satu koleksi memorabilia Museum Musik Indonesia.   

Sayangnya buku ini belum memuat data lengkap karya rekam Waldjinah.Juga belum mencantumkan nomor ISBN. Namun sebagai referensi kepustakaan, buku ini sangat bermanfaat. (Abdul Malik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here