Bagong Kussudiardjo – Tari Roro Wilis

0

YOGYAKARTA

Type of Collection: Cassete
Artist/Group: Bagong Kussudiardjo
Album Title: Tari Roro Wilis
Origin: DI Jogjakarta
Language: Instrumentalia
Year of Release: No Data
Label: Lokananta
Serial number: ACD 245
Contributor: Museum Music Indonesia

Reference Link:

Tracklist

NO  Song TitleSongwriterLead VocalOrigin
 SIDE A :
1Tari Roro WilisBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
2Tari Burung Dalam SangkarBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
3Tari Langen KusumaBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
4Tari KijangBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
5Tari GembiraBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
     
 SIDE B : Maluku Songs
1Tari Jemparing GagahBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
2Tari Roro NgigelBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
3Tari DombaBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta
4Tari Permainan AnakBagong KussudiardjoInstrumentaliaJogjakarta

BIOGRAPHY

Bagong Kussurdiardja was born in Jogjakarta City on Tuesday Kliwon, October 9, 1928 (19 days before the Youth Pledge). He was born to a father named Raden Bekel Atma Tjondro Sentono and a mother named Siti Aminah. Bagong himself is the second child. Other siblings are Kus Sumarbirah, Handung Kussudyarsana, and Lilut Kussudyarto. Bagong Kussurdiardja’s family background has a royal circle in the Yogyakarta Palace. His father was the son of G.P.H. Djuminah who is the sister of Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Despite being born into a noble family, the family has to face the difficult realities of life as a result of Kuranthil’s punishment, which is a type of exile or house confinement. The sentence was handed down by the Yogyakarta Palace to G.P.H Djuminah because the crown prince of Sri Sultan Hamengkubuwono VII had defected. His father, who was a puppet painter and writer of Javanese script, was unable to support his family life. Bagong has to do various jobs such as patching tires and being a carriage driver.

Bagong Kussudiardja married a woman named Soetina. From this marriage, Bagong has seven children, namely Ida Manutranggana, Elia Gupita, Rondang Ciptasari, Otok Bima Sidharta, Butet Kertaradjasa, Purbasari Ayuwangi, and Djaduk Ferianto. Three children from Bagong followed in his footsteps to enter the world of art. The three are Otok Bima Sidharta, Butet Kertaredjasa and Djaduk Ferianto. After Soetiana’s death, Bagong Kussudiardja remarried a woman named Yuli Sri Hastuti. Bagong married Yuli Sri Hastuti in 2003, a year before he died.

Since 1973, Bagong has also been sent as a government representative for various international activities such as activities in Mexico, Argentina, Uruguay and West Germany. On October 2, 1978, Bagong officially established the Bagong Kussudiardja Art Studio in Bantul, Yogyakarta. The establishment of this Studio Art  was motivated by the inspiration he got when he played a role in the film Al-Kaustar directed by Chaerul Umam in 1977. In the film, many scenes were shot at the pesantren. From there, Bagong was inspired by the lives of the students and the world of Islamic boarding schools. This is what Bagong then brought to his art Studio.

Bagong Kussudiardja has held many exhibitions during his lifetime. In addition to the exhibition in 1962, in the following years he held more and more exhibitions. Bagong has held joint exhibitions in Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Jakarta, Semarang and Denpasar from 1971 to 1972. He has held exhibitions of oil painting and batik in Surabaya. Several of Bagong’s exhibitions were also sponsored by the Jakarta Arts Council (DKJ), namely the Great Exhibition of Indonesian Painting DKJ in 1972, 1974, and 1976. He also held solo exhibitions in 1975 and 1978.

Bagong himself has held exhibitions abroad, namely in Singapore and in the city of Rome, Italy in 1971-1972. Furthermore, in 1973 he held exhibitions in the Netherlands, Italy, Mexico, Argentina, Uruguay, and West Germany. He also brought oil painting and batik exhibitions in Surabaya to Leiden, the Netherlands.

ABOUT ALBUM

The Roro Wilis Dance Cassette album created by Bagong Kussudiardjo was produced by the Lokananta record company, a government-owned record company, PERURI in Solo. This record with serial number ACD-245 was released in 1989, contains 9 recordings of dance accompaniment songs on

Side A : 1). Roro Wilis Dance (6:13), 2). Bird Dance in a Cage (7:30), 3). Langen Kusuma Dance (7:04), 4). Deer Dance (4:43), 5). Happy Dance. Side B: Dashing Jemparing Dance (8:40), 2). Roro Ngigel Dance (6:05), 3). The Lamb Dance (4:53), 4). Children’s Game Dance (7:40).

STORY

The Roro Wilis dance in this album tells the story of Dewi Rara Wilis who is the only daughter of Ki Panutan from Mount Tidar. Rara Wilis is also the grandson of Ki Ageng Pandan Alas from Gunung Kidul from his mother’s side. Her character often appears mysteriously on story.

Together with his grandfather, Wilis had the opportunity to forge herself by practicing the science of Kanuragan. After forging herself for almost six years, Wilis then transformed into a very formidable warrior. Wilis acquired swordsmanship from her grandfather, she armed himself with a thin and flexible sword which she was able to play with very fast movements. Although physically Wilis lost to other swordsmen, but Wilis has advantages in her flexible and agile movements and almost perfect sword playing skills. Her shortcomings in physical terms can be covered by these features.

Wilis also had extraordinary courage, because at that time she preferred to take her own life rather than surrender herself to a criminal named Jaka Soka. She was also the one who bravely defended the lives of her comrades who were about to be slaughtered by the criminals at the risk of her own life.

VALUE

The important value of this album is that Bagong Kussudiardjo is an artist who creates new dance creations and classical dances that have been improvised in a modern way so that they can be easily enjoyed by the public.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Bagong Kussurdiardja lahir Jogjakarta pada hari Selasa Kliwon, tanggal 9 Oktober 1928 (19 hari sebelum Sumpah Pemuda). Beliau lahir dari ayah yang bernama Raden Bekel Atma Tjondro Sentono dan ibu yang bernama Siti Aminah. Bagong sendiri merupakan anak kedua. Saudara kandung lainnya adalah Kus Sumarbirah, Handung Kussudyarsana, dan Lilut Kussudyarto. Latar belakang keluarga Bagong Kussurdiardja memiliki garis lingkaran kebangsawanan Keraton Yogyakarta.Ayahnya adalah putra dari G.P.H. Djuminah yang merupakan kakak Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Walaupun lahir dari keluarga ningrat, keluarga tersebut harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit akibat dari hukuman Kuranthil yakni sejenis hukuman pengasingan atau kurungan rumah. Hukuman tersebut dijatuhkan oleh Keraton Yogyakarta kepada G.P.H Djuminah karena putra mahkota Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu melakukan pembelotan. Ayahnya yang pelukis wayang dan penulis aksara Jawa, kurang mampu menopang kehidupan keluarga. Bagong harus melakoni berbagai pekerjaan seperti menambal ban dan jadi kusir andong.

Bagong Kussudiardja menikah dengan perempuan bernama Soetina. Dari pernikahannya tersebut, Bagong memiliki tujuh orang anak yakni Ida Manutranggana, Elia Gupita, Rondang Ciptasari, Otok Bima SidhartaButet Kertaradjasa, Purbasari Ayuwangi, dan Djaduk Ferianto. Tiga anak dari Bagong mengikuti jejaknya untuk terjun ke dunia seni. Ketiganya adalah Otok Bima Sidharta, Butet Kertaredjasa dan Djaduk Ferianto. Pasca meninggalnya Soetiana, Bagong Kussudiardja menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Yuli Sri Hastuti. Bagong menikahi Yuli Sri Hastuti pada tahun 2003 yakni setahun sebelum dirinya meninggal dunia.

Sejak 1973, Bagong juga diutus sebagai perwakilan pemerintah untuk berbagai kegiatan internasional seperti kegiatan di Meksiko, Argentina, Uruguay, dan Jerman Barat. Pada 2 Oktober 1978, Bagong resmi mendirikan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Bantul, Yogyakarta. Pendirian padepokan seni ini, di latar belakangi oleh inpirasi yang beliau dapatkan ketika bermain peran di film Al-Kaustar yang disutradarai oleh Chaerul Umam pada tahun 1977. Dalam film tersebut, banyak adegan yang diambil di pesantren. Dari situ, Bagong terinspirasi dengan kehidupan para santri dan dunia pesantren. Hal tersebut kemudian yang Bagong bawa ke padepokan seni miliknya.

Bagong Kussudiardja telah banyak menggelar pameran semasa hidup. Selain pameran pada tahun 1962, pada tahun-tahun berikutnya beliau semakin banyak menggelar pameran. Bagong pernah melaksanakan pameran bersama di Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Jakarta, Semarang dan Denpasar dalam kurun 1971 hingga 1972. Beliau pernah menyelenggarakan pameran lukisan cat minyak dan batik di Surabaya. Beberapa pameran Bagong juga banyak disponsori oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), yakni Pameran Besar Senilukis Indonesia DKJ pada tahun 1972, 1974, dan 1976. Dirinya juga pernah menyelenggarakan pameran tunggal pada tahun 1975 dan 1978.

Bagong sendiri pernah menggelar pameran di luar negeri yakni di Singapura dan di kota Roma, Italia pada tahun 1971-1972. Selanjutnya, pada tahun 1973 beliau melaksanakan pameran di Belanda, Italia, Meksiko, Argentina, Uruguay, dan Jerman Barat. Pameran lukisan cat minyak dan batik yang pernah diselenggarakan di Surabaya, juga pernah beliau bawa ke Leiden, Belanda.

About the Album

Album Kaset Tari Roro Wilis kreasi Bagong Kussudiardjo ini di produksi oleh perusahaan rekaman Lokananta, sebuah perusahaan rekaman milik pemerintah, PERURI di Solo. Rekaman dengan nomor seri ACD-245 ini dirilis tahun 1989, berisikan 9 rekaman lagu pengiring tari pada

Side A : 1). Tari Roro Wilis (6:13), 2). Tari Burung Dalam Sangkar (7:30), 3). Tari Langen Kusuma (7:04), 4). Tari Kijang (4:43), 5). Tari Gembira. Side B: Tari Jemparing Gagah (8:40), 2). Tari Roro Ngigel (6:05), 3). Tari Domba (4:53), 4). Tari Permainan Anak (7:40).

Story

Tari Roro Wilis yang terdapat di album ini menceritakan tentang Dewi Rara Wilis yang merupakan putri tunggal dari Ki Panutan dari Gunung Tidar. Rara Wilis juga adalah cucu dari Ki Ageng Pandan Alas dari gunung Kidul dari pihak ibu. Tokoh Sakti yang sering muncul secara misterius.

Bersama dengan kakeknya itulah, Wilis mendapat kesempatan untuk menempa diri dengan berlatih ilmu kanuragan. Setelah menempa diri selama hampir enam tahun, Wilis kemudian menjelma menjadi pendekar yang sangat tangguh. Wilis memperoleh ilmu pedang dari kakeknya dia mempersenjatai diri dengan pedang tipis dan lentur yang mampu dimainkannya dengan gerakan sangat cepat. Meskipun secara fisik Wilis kalah dari pendekar yang lain, tetapi Wilis memiliki kelebihan pada gerakannya yang lentur dan lincah serta kemampuan bermain pedang yang nyaris mendekati sempurna. Kekurangannya dalam hal fisik bisa ditutupinya dengan keistimewaan tersebut.

Wilis ternyata juga memiliki keberanian luar biasa, karena pada saat itu dia lebih memilih menghabisi nyawanya sendiri daripada harus menyerahkan kehormatannya pada penjahat bernama Jaka Soka. Dia pula yang dengan gagah berani membela nyawa rekan seperjalannya yang hendak dibantai oleh penjahat itu dengan taruhan nyawanya sendiri.

VALUE

Nilai penting dari album ini, Bagong Kussudiardjo seorang seniman pencipta tari kreasi baru dan tari klasik yang diimprovisasikan secara modern agar mudah dinikmati oleh masyarakat.

Writter: Achmad Djauhari – Museum Musik Indonesia  

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here