BALI
Type of Collection | : Cassette |
Artist/Group | : I Dewa Made Rai |
Album Title | : Wayang Bangli Merdah Dadi Caru |
Origin | : Bangli, Bali |
Language | : Bali |
Year of Release | : No Data |
Label | : Aneka Stereo Record |
Serial number | : 465 |
Contributor | : Museum Musik Indonesia, 2020 |
Reference Link :
- https://journal.isi.ac.id/index.php/wayang/article/view/3052/1200
- https://yayasankesenianbali.wordpress.com/2012/09/28/profil-alm-i-dewa-made-rai-mesi-2/
This cassette is an audio recording of a Bangli shadow puppet show entitled Merdah Dadi Caru (meaning Merdah becomes a holy sacrifice) masterminded by I Dewa Made Rai from Banjar Kawan, Bangli Regency, Bali Province. Contains 2 recorded tracks (Side A and Side B), with a total duration of 60 minutes.
Biography
The Late I Dewa Made Rai Mesi, is a puppeteer from Bangli Regency who was born in 1917. His work is instilling and preserving the distinctive features of Bangli Wayang Art. He is not only famous throughout the island of Bali, but also at the national level. His reputation made himself appointed as the Elder of the National Secretariat of Indonesian Puppetry (SENA WANGI) since 1983 until the end of his life. He passed away on April 15, 2011 at the age of 94 years old. He has 21 children from 7 wives. Some of his children followed his footsteps in preserving the art of wayang. Indeed, this is an inspiration for all of us to follow his footsteps in the spirit of preserving Balinese art and culture by passing it on to their descendants.
He has received many achievements and awards. In 1977, he received an award for his contribution to the Shadow Puppet Parade. He also awarded in the Dharma Kusuma Madia (1981), Indonesian Minister of Health Award (1982), Dharma Kusuma (1988), Bangli Regent Award (1991), Minister of Education and Culture Award (1993), Governor of Bali Award (2006), Wija Kusuma Maha Bhakti (2006) and countless other awards. It is much fitting that we remember him as an “one of the best artist of all time” who leave inspiration for us and the next generation to continue his hard work in advancing culture.
I Dewa Made Rai Mesi is an interesting phenomenon in the world of puppetry in Bali. His presence offers a unique color with spices of humor as to excite the shadow puppetry show as he shows in this recording. This also makes him as one of the legendary puppeteer for the nations, and his people. Since 1970s, the frequency of shadow puppetry shows been increased. Rai Mesi who is good at telling stories, has always been the first choice for people who want to hold puppet shows in Bali. His show is always packed with spectators. Therefore, it is very natural that Rai Mesi until now become a reference point for the next generation of Balinese puppeteers. By the public, Rai Mesi is known as a mastermind who is an expert in processing stories. The theme that was originally unpopular, would turn into a popular theme after being held by him.
About the Album
This cassette is an audio recording of a Bangli shadow puppet show titled Merdah Dadi Caru, masterminded by I Dewa Made Rai Mesi. This theme tells the story of Merdah who is one of Pandavas Punakawan who is asked to be caru by the Kauravas. Being a caru means becoming divine sacrifice in the form of a human being offered to the gods. This is in accordance with the decision of the meeting at the Kaurava palace, that the one who should be made as the holy sacrifice is Merdah. Karna and Sengkuni from the Kaurava Kingdom were sent to the Pandava Kingdom with a letter from Guru Nabe to be handed over to the Pendawa ruler, Darma Wangsa, which essentially asked Punakawan Pandavas to become Caru.
Story
On the island of Bali, shadow puppet shows are thought to have existed since the IX century AD. In the Bebetin Inscription which dated Çaka 818 (896 AD), a relic of the reign of King Ugrasena in Bali, the term of parbwayang is found which is believed to be related to wayang or shadow puppet performances. Balinese shadow puppet shows usually bring classic stories such as Mahabrata, Ramayana, and Calonarang. However, according to the times, now there are dalangs (storyteller) who dare to bring a more dynamic storyline and much related to people’s lives. Not only in terms of stories or topics presented by the dalang, the staging media also began to change. For example, lighting that used to be torches is starting to be replaced by electric lights, even some dalangs might using colorful lights in order to tune the boisterous atmosphere.
Bangli shadow puppets refer to one of the shadow puppet performing arts that developed on the island of Bali. There are two types of story theme, spiritual themes and entertainment themes. Shadow puppet with the theme of spiritual performances is very sacred by Hindus in Bali. In certain religious ceremonies, those performances can be found as the main or complementary part of the ceremony. Meanwhile, shadow puppet shows with entertainment themes are usually found in folk parties and have contemporary storylines and often related to social issues that develop in society.
Referring to the time of performance, Balinese’s shadow puppet shows can be divided into two types of performances, which is lemah puppets and peteng puppets. Lemah literally means noon shows that the lemah puppets are usually performed during the day. On the other hand, peteng means night, indicating that peteng puppet is usually performed at night.
Value
Wayang Kulit Bangli (Bangli Shadow Puppet) is one of the diversity of puppet arts in Indonesia. In other areas outside Bali, wayang also develops according to the character of the local culture. In general, the existence of wayang in Indonesia was originally intended as a means of spreading religion and rituals or traditions mixed with Indian culture. The sacred values of this culture may have change. However, efforts to preserve ancestral cultures must still be carried out in order to maintain the nation’s cultural heritage
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Kaset ini merupakan rekaman audio dari pentas pertunjukan wayang kulit Bangli berjudul Merdah Dadi Caru (artinya Merdah menjadi korban suci) yang didalangi oleh I Dewa Made Rai dari Banjar Kawan, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Berisi 2 tracks rekaman (Side A dan Side B), dengan total durasi 60 menit.
Biography
Alm. I Dewa Made Rai Mesi, adalah seorang tokoh seni pedalangan di Kabupaten Bangli yang lahir pada tahun 1917. Kiprah beliau yang menanamkan dan melestarikan ciri khas seni Wayang Bangli, tidak hanya terkenal di seantero Pulau Bali, namun juga di tingkat nasional. Reputasinya menjadikan Rai Mesi diangkat sebagai Sesepuh Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI) sejak tahun 1983 sampai akhir hayatnya. Beliau kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Esa pada tanggal 15 April 2011 dalam usia 94 tahun. Anaknya ada 21 orang dari 7 istri. Beberapa diantaranya mengikuti jejak beliau untuk melestarikan seni pewayangan. Tentu ini adalah sebuah inspirasi bagi kita semua untuk mengikuti jejak beliau dalam spirit pelestarian seni dan budaya Bali dengan mewariskan pada anak-anaknya.
Prestasi dan penghargaan yang beliau terima cukup banyak. Tahun 1977 menerima penghargaan atas kontribusinya dalam acara Parade Wayang Kulit. Lalu ada Dharma Kusuma Madia Tahun 1981, Penghargaan Menteri Kesehatan RI (1982), Dharma Kusuma (1988), Penghargaan Bupati Bangli (1991), Penghargaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1993), Penghargaan Gubernur Bali (2006), Wija Kusuma Maha Bhakti (2006) dan penghargaan lain yang tidak terhitung jumlahnya. Sangat pantas jika beliau kita kenang sebagai SENIMAN SEPANJANG MASA yang akan meninggalkan inspirasi kepada kita dan generasi selanjutnya untuk melanjutkan usaha kerasnya dalam pemajuan kebudayaan.
I Dewa Made Rai Mesi merupakan fenomena yang menarik dalam dunia pedalangan di Bali. Kehadirannya menawarkan warna unik dengan bumbu-bumbu humor sehingga mampu menggairahkan kembali pertunjukan wayang kulit purwa sebagaimana dia tunjukkan dalam rekaman ini. Hal ini pula yang membuatnya menjadi dalang legendaris bagi masyarakatnya. Sejak tahun 1970-an, frekuensi pertunjukan wayang kulit purwa mengalami peningkatan. Ketenarannya tidak hanya sebatas di wilayah Bangli, tetapi hampir ke seluruh wilayah Pulau Bali. Rai Mesi sebagai dalang yang pandai membawakan cerita, selalu menjadi pilihan pertama bagi masyarakat yang ingin menyelenggarakan pertunjukan wayang. Setiap pertunjukkannya selalu dipadati penonton. Oleh karena itu sangat wajar apabila Rai Mesi hingga sekarang menjadi kiblat bagi dalang-dalang Bali generasi selanjutnya. Oleh masyarakat, Mesi dikenal sebagai dalang yang ahli dalam mengolah cerita. Lakon yang semula asing, setelah ditangan Mesi, menjadi lakon yang sangat populer.
About the Album
Kaset ini merupakan rekaman audio dari pentas pertunjukan wayang kulit Bangli berjudul Merdah Dadi Caru yang didalangi oleh I Dewa Made Rai. Lakon ini bercerita tentang Merdah yang merupakan punakawan Pandawa diminta menjadi Caru oleh Korawa. Menjadi caru berarti menjadi korban suci berupa manusia yang dipersembahkan pada Dewata. Hal ini sesuai dengan keputusan rapat di istana Korawa, bahwa yang patut dijadikan korban suci tersebut adalah Merdah. Karna dan Sengkuni dari Kerajaan Korawa diutus ke Kerajaan Pandawa dengan membawa surat dari Guru Nabe untuk diserahkan ke penguasa Pendawa, Darma Wangsa yang intinya meminta Punakawan Pandawa itu dijadikan Caru.
Story
Di Pulau Bali, pertunjukan wayang kulit diperkirakan telah ada sejak abad ke IX masehi. Dalam prasasti Bebetin yang berangka tahun Çaka 818 (896 M), peninggalan masa pemerintahan raja Ugrasena di Bali, ditemukan istilah parbwayang yang diyakini berkaitan dengan wayang atau pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang kulit Bali biasanya membawakan cerita-cerita klasik seperti Mahabrata, Ramayana, dan Calonarang. Namun, sesuai perkembangan zaman, saat ini mulai bermunculan dalang-dalang yang berani membawakan alur cerita yang lebih dinamis dan berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Tidak hanya dari segi cerita atau topik yang dibawakan oleh dalang, media pementasan pun mulai berganti. Misalnya, pencahayaan yang dulunya menggunakan obor mulai digantikan oleh lampu, bahkan menggunakan lampu warna-warni sebagai penambah riuh suasana.
Wayang kulit Bangli merujuk pada salah satu seni pertunjukan wayang kulit yang berkembang di Pulau Bali. Terdapat dua jenis tema cerita yaitu tema spiritual, dan tema hiburan. Wayang kulit dengan tema pertunjukan spiritual sangat disakralkan oleh umat Hindu di Bali. Pada upacara keagamaan tertentu, pertunjukan wayang dapat ditemukan sebagai bagian utama atau pelengkap daripada upacara tersebut. Sementara pertunjukan wayang kulit dengan tema hiburan biasanya ditemukan dalam pesta rakyat dan mempunyai alur cerita yang kontemporer dan sering kali berkaitan dengan isu sosial yang berkembang di masyarakat.
Merujuk waktu pementasannya, pertunjukan wayang kulit Bali dapat dibagi kedalam dua jenis pertunjukan yaitu wayang lemah dan wayang peteng. Lemah yang secara harfiah berarti siang menunjukan bahwa wayang lemah biasanya dipentaskan pada siang hari. Sebaliknya, peteng berarti malam menunjukan bahwa wayang peteng biasanya dipentaskan pada malam hari.
Value
Wayang Kulit Bangli merupakan salah satu keanekaragaman seni perwayangan yang ada di Indonesia. Di wilayah-wilayah lain di luar Bali wayang juga berkembang sesuai karakter budaya setempat. Secara umum, keberadaan wayang kulit di Indonesia pada awalnya ditujukan sebagai sarana dakwah dan ritual atau tradisi yang bercampur dengan budaya dari India. Namun seiring waktu, wayang kulit mengalami alih fungsi dari sarana ritual keagamaan menjadi sebuah seni pertunjukan. Nilai-nilai sakral dari budaya ini mungkin mengalami perubahan. Namun meski demikian, upaya pelestarian dari budaya-budaya leluhur harus tetap dilestarikan sebagai sebuah ikon dari bangsa.
(Writer: Edra-Museum Musik Indonesia)