Proyek Seni Pulang-Tanah to Indai Kitae

0

WEST KALIMANTAN

Type of Collection: Compact Disc
Artist: Tomi Simatupang cs
Musicians: Akbar Wicaksono (bass), Sebastian Maschat (drum), Tomi Simatupang (guitar), Bonang (guitar), Eko Susilo (guitar), Alexander (guitar), Teguh Jess (guitar), Felix Ivan Thambun (Sape)
Album Tittle: Tanah to Indai Kitae
Origin: West Kalimantan
Language: Indonesia, Iban, English
Label: Karya
Year of Release: 2013
Serial Number: No Data
Contributor: Siwo Supratowo-Tangerang, 2018

Reference Link:

Tracklist:

No.Song TittleSong WriterVocalLanguage
1.Kelapa SawitTomi SimatupangAchi Pradipta, Tomi S, Meri SajutoEnglish, Indonesia
2.Tuhan Allah itu BumiWukir SuryadiApai Janggut, Tuai Rumah Panjai UtikIban
3.Tahan LahanWukir SuryadiAde Tanesia PandjaitanIndonesia
4.Ulu KapuasWukir SuryadiAde Tanesia PIndonesia
5.Ulu KapuasPramonoAde Tanesia PIban
6.Ngelaboh PonWukir SuryadiAde Tanesia PIban
7.Kusampaikan pada Leluhur KalianWukir SuryadiWukir SuryadiSound Scape
8.Kayu BurungAde Tanesia PAde Tanesia P & FI ThambunIban
9.Bandi Anak RagaiKrishna EnchikAde Tanesia PIban

The Artists

This album is the result of the collaboration of artists from Sumatra, Java and Kalimantan. Ade Tanasia Panjaitan (Sumatra) plays a role in providing vocals. Wukir Suryadi (Java) made five compositions known as sound scapes. Felix Ivan Thambun plays the sape, a traditional Borneo instrument, in the song “Kayu Burung”. Apai Janggut Tuai Rumah Panjai Sungai Utik (Kalimantan) performed with the sound of singing and the Iban Dayak traditional narattives which are full of local wisdom.

The Album

There are nine songs with the main theme of love for the homeland. Exploration of forests that are converted into oil palm plantations is one example of how natural destruction occurs in West Kalimantan.

The message to be conveyed in this album is that music is a tool capable of transforming a sense of caring, empathy to build a collective movement in defending the natural resources provided by God. Do not do mischief on earth, that is the message to be conveyed.

Where is the traditional element of this album? The songs are new songs created by musicians who are still relatively young. The album was also published in 2013 on compact disc. The sound of the traditional musical instrument of Borneo, Sape, seems to be just a complement. In fact, the sound scape by Wukir Suryadi, which was produced from the exploration of his own instruments, is more dominant. Wukir is not only a musician but also a maker of musical instruments inspired by agricultural tools. The main ingredients of his homemade instrument are bamboo or wood which is equipped with several additional materials.

It’s not just the rhythm of the music that we find in this album. In it there are important philosophical teachings adopted by the Iban Dayak tribe in Sungai Utik, West Kalimantan who uphold the principle that “Land is the Capital”. This is reflected in the customary law which contains a farming order that is full of local wisdom to maintain the harmony of human life with nature.

Important Value

The songs and advice conveyed in the Dayak Iban language are what make this album an important value in elevating the manners that are rooted in the Iban Dayak tribe. We can learn about the relationship between nature, humans and spirituality within the cultural framework inherited by the Iban Dayak community.

(Writer: Hengki Herwanto-Indonesian Music Museum)

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

The Artists

Album ini merupakan hasil kolaborasi seniman Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ade Tanasia Panjaitan (Sumatera) berperan dalam mengisi vokal. Wukir Suryadi (Jawa) membuat lima komposisi yang disebut dengan istilah sound scape. Felix Ivan Thambun (Kalimantan) memainkan sape, instrument tradisi Kalimantan, dalam lagu Kayu Burung. Apai Janggut Tuai Rumah Panjai Sungai Utik (Kalimantan) tampil dengan suara nyanyian dan petuah-petuah tradisi Dayak Iban yang sarat dengan kearifan lokal.

The Album

Terdapat sembilan lagu yang mengangkat tema utama cinta pada tanah air. Eksplorasi hutan yang diubah menjadi kebun kelapa sawit adalah satu contoh bagaimana kerusakan alam terjadi di bumi Kalimantan Barat.

Pesan yang ingin disampaikan dalam album ini adalah bahwa musik merupakan alat yang mampu mentransformasi rasa peduli, empati untuk membangun gerakan bersama dalam mempertahankan sumber alam yang disediakan oleh Tuhan. Jangan berbuat kerusakan di muka bumi, itu pesan yang disampaikan.

Dimana unsur tradisi dari album ini? Lagu-lagunya merupakan lagu-lagu baru yang diciptakan oleh musisi yang usianya masih relative muda. Albumnya juga diterbitkan pada tahun 2013 dalam bentuk compact disc. Permainan instrument musik tradisi Kalimantan, Sape, terkesan sebagai pelengkap saja. Justru sound scape karya Wukir Suryadi yang dihasilkan dari eksplorasi instrument-instrumen ciptaannya sendiri lebih dominan. Wukir selain pemain musik juga seorang pembuat instrumen musik yang terinspirasi oleh alat-alat pertanian. Bahan utama instrument buatannya nya adalah bambu atau kayu yang dilengkapi dengan beberapa bahan tambahan.

Memang bukan sekedar irama musik yang kita temukan di album ini. Di dalamnya ada ajaran falsafah yang dianut oleh suku Dayak Iban di Sungai Utik, Kalimantan Barat yang memegang teguh prinsip bahwa “Tanah adalah Ibu Kota”. Hal ini tercermin dalam hukum adat yang mengandung tatanan berladang yang sarat dengan kearifan lokal untuk memelihara harmoni kehidupan manusia dengan alamnya.

Nilai Penting

Nyanyian dan petuah yang disampaikan dalam bahasa Dayak Iban inilah yang menjadikan album ini mempunyai nilai penting dalam mengangkat adat istiadat yang mengakar pada suku Dayak Iban. Kita bisa belajar tentang hubungan antara alam, manusia dan spiritualias dalam kerangka budaya yang diwariskan oleh masyarakat Dayak Iban.

(Writer: Hengki Herwanto-Museum Musik Indonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here