CENTRAL JAVA
Type of Collection | : Cassette |
Artist/Group | : Ki Nartosabdho |
Album Title | : Sampur Kuning (The Yellow Sampur) |
Origin | : Central Java |
Language | : Java |
Year of Release | : No Data |
Label | : Lokananta |
Serial number | : ACD-146 |
Contributor | : Museum Musik Indonesia |
Tracklist
NO | Song Title | Songwriter | Lead Vocal | Origin |
SIDE A : | ||||
1 | Lelagon Petis Manis | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
2 | Ladrang Sampur Kuning | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
3 | Ladrang Kutut Manggung | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
4 | Caran Kuda Nyongklang | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
SIDE B : | ||||
1 | Bawa Macapat Pangkur Banyumasan Katampen | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
2 | Eling Eling Banyumasan | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
3 | Lancaran Kethek Ogleng | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
4 | Ketawang Mijil Pamudya | Ki Nartosabdho | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Jawa |
5 | Langgam Mujirahayu | Nyi Ngatirah, Nyi Toegini, Nyi Tantinah | Ki Nartosabdho | Jawa |
Biography
Ki Nartosabdo has the real name Soenarto. He is the son of a keris sheath craftsman named Partinoyo. Born in Klaten, August 25, 1925 – died in Semarang, October 7, 1985 at the age of 60 years) His poor childhood life made Soenarto drop out of school in his formal education, namely the Muhammadiyah Standard School or 5 years elementary school.
The difficult economic life made Soenarto work to help the family income through his artistic talent. Among other things, he was a painter, as well as a violinist in the Sinar Purnama keroncong orchestra. This artistic talent grew when Sunarto was able to continue his education at a Catholic Educational Institution.
STORY
In 1945 Soenarto became acquainted with the founder of the Wayang Orang Ngesti Pandowo group, namely Ki Sastrosabdo. Since then he began to know the world of puppetry where Ki Sastrosabdo as his teacher. In fact, because of his services in making many new creations for the group, Soenarto received the additional title “Sabdo” after his real name. He received the title in 1948, so since then his name has changed to Nartosabdo.
One of the most famous puppeteers today, namely Ki Manteb Soedharsono admits that Ki Nartosabdo is the best puppeteer that Indonesia has ever had and has not been replaced until now.
Although he came from Central Java, Ki Nartosabdo first appeared as a puppeteer in Jakarta, precisely at the PTIK Building which was broadcast live by RRI on April 28, 1958. The play he performed at that time was Kresna Duta. The first experience of the performer made Ki Narto panic on stage because at that time his real job was the dancer of the Ngesti Pandowo group.
Ki Nartosabdo can be said to be a reformer of the world of puppetry in the 80s. His breakthrough in including his compositions made many senior puppeteers corner him. There is even a Radio Station in one city boycotting his work. However, support also flows, among others, from young puppeterwho want a renewal in which wayang art should be more flexible and not rigid.
Apart from being a well-known puppeteer, Ki Narto is also known as a very prolific composer of Javanese songs. Through a musical group called Condong Raos which he founded, about 319 song titles (lelagon) or gendhing were born, including Caping Gunung, Gambang Suling, Mother Earth, Klinci Ucul, Prahu Layar, Ngundhuh Layangan, Aja Diplèroki, and Rujak Jeruk.
ABOUT ALBUM
The album “Sampur Kuning” which contains gendhing gendhing (Songs) composed by Ki Nartosabdho by Paguyuban Karawitan Jawi Condhong Raos accompanies 3 swaraswati: Nyi Ngatirah, Nyi Toegini and Nyi Tantinah produced by Lokananta, a government -owned record company located in Surakarta with Serial Number ACD 146
VALUE
The important value of this album is that as a Javanese cultural community, you must at least be familiar with Javanese traditional arts such as macapad, lelagon, rhythms such as pelog, slendro and other terms in Javanese gamelan.
————————————————-
BIOGRAPHY
Ki Nartosabdo adalah Soenarto. Merupakan putra seorang perajin sarung keris bernama Partinoyo. Lahir di Klaten, 25 Agustus 1925 – meninggal di Semarang, 7 Oktober 1985 pada umur 60 tahun) Kehidupan masa kecilnya yang serba kekurangan membuat Soenarto putus sekolah dalam pendidikan formalnya, yaitu Standaard School Muhammadiyah atau SD 5 tahun.
Kehidupan ekonomi yang serba sulit membuat Soenarto bekerja membantu pendapatan keluarga melalui bakat seni yang ia miliki. Antara lain ia pernah menjadi seorang pelukis, juga sebagai pemain biola dalam orkes keroncong Sinar Purnama. Bakat seni tersebut semakin berkembang ketika Sunarto dapat melanjutkan sekolah di Lembaga Pendidikan Katolik.
STORY
Pada tahun 1945 Soenarto berkenalan dengan pendiri grup Wayang Orang Ngesti Pandowo, yaitu Ki Sastrosabdo. Sejak itu ia mulai mengenal dunia pedalangan di mana Ki Sastrosabdo sebagai gurunya. Bahkan karena jasa-jasanya membuat banyak kreasi baru bagi grup tersebut, Soenarto memperoleh gelar tambahan “Sabdo” di belakang nama aslinya. Gelar itu diterimanya pada tahun 1948, sehingga sejak saat itu namanya berubah menjadi Nartosabdo.
Salah satu dalang ternama saat ini, yaitu Ki Manteb Soedharsono mengakui bahwa Ki Nartosabdo adalah dalang wayang kulit terbaik yang pernah dimiliki Indonesia dan belum tergantikan sampai saat ini.
Meskipun berasal dari Jawa Tengah, tetapi Ki Nartosabdo muncul pertama kali sebagai dalang justru di Jakarta, tepatnya di Gedung PTIK yang disiarkan secara langsung oleh RRI pada tanggal 28 April 1958. Lakon yang ia tempilkan saat itu adalah Kresna Duta. Pengalaman pertama mendalang tersebut sempat membuat Ki Narto panik di atas pentas karena pada saat itu pekerjaannya yang sesungguhnya ialah pengendhang grup Ngesti Pandowo
Ki Nartosabdo dapat dikatakan sebagai pembaharu dunia pedalangan pada tahun 80-an. Gebrakannya dalam memasukkan gending-gending ciptaannya membuat banyak dalang senior yang memojokkannya. Bahkan ada RRI di salah satu kota memboikot hasil karyanya. Meskipun demikian dukungan juga mengalir antara lain dari dalang-dalang muda yang menginginkan pembaharuan di mana seni wayang hendaknya lebih luwes dan tidak kaku.
Selain sebagai dalang ternama, Ki Narto juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Jawa yang sangat produktif. Melalui grup karawitan bernama Condong Raos yang ia dirikan, lahir sekitar 319 buah judul lagu (lelagon) atau gendhing, antara lain Caping Gunung, Gambang Suling, Ibu Pertiwi, Klinci Ucul, Prahu Layar, Ngundhuh Layangan, Aja Diplèroki, dan Rujak Jeruk.
About the Album
Album “Sampur Kuning” yang berisikan gendhing gendhing gubahan Ki Nartosabdho oleh Paguyuban Karawitan Jawi Condhong Raos ini mengiringi 3 swaraswati : Nyi Ngatirah, Nyi Toegini dan Nyi Tantinah yang diproduksi oleh Lokananta yaitu perusahaan rekaman milik pemerintah yang berada di Surakarta dengan Nomor Seri ACD 146
Value
Nilai penting dari album ini adalah sebagai masyarakat budaya Jawa setidaknya harus mengenal seni tradisi jawa seperti macapad, lelagon, irama seperti pelog, slendro dan istilah istilah lainnya dalam gamelan Jawa.
Writer: Achmad Djauhari – Museum Musik Indonesia