YOGYAKARTA & CENTRAL JAVA
Type of Collection | : Cassette |
Artist/Group | : Nyi Tjondrolukito |
Album Title | : Gending-Geding Jawa Upacara Pengantin Yogya & Solo |
Origin | : Yogyakarta dan Solo |
Language | : Jawa |
Year of Release | : 1994 |
Label | : Fajar Record |
Serial number | : 9279 |
Contributor | : Museum Musik Indonesia |
Reference Link :
Tracklist
NO | Song Title | Songwriter | Lead Vocal | Origin |
INDEX 1 (YOGYA) | ||||
1 | Bindri | No Data | Nyi Tjondrolukito | Yogya |
2 | Ladra Pengantin | No Data | Nyi Tjondrolukito | Yogya |
3 | Kidung Dhandhanggula | No Data | Nyi Tjondrolukito | Yogya |
4 | Ladrang Sriwidodo | No Data | Nyi Tjondrolukito | Yogya |
INDEX 2 (SOLO) | ||||
1 | Monggang | No Data | Nyi Tjondrolukito | Solo |
2 | Kodok Ngorek Larasmaya | No Data | Nyi Tjondrolukito | Solo |
3 | Kidung Dhandhanggula | No Data | Nyi Tjondrolukito | Solo |
4 | Ladrang Slamet | No Data | Nyi Tjondrolukito | Solo |
Biography
Nyi Tjondrolukito is a legendary sinden (Female Javanese Singer) who is still remembered as a great artist. Her chanting of the song always choose poetry that contains advice. Her lyrics of the song contain advice to respect your parents, seek knowledge, serve the country and love others. Her real name is Turah, born in Dusun Pogung Sleman in 1921 and died in Jakarta in 1997. Her distinctive, fragrant voice, with the richness of “wangsalan” or strings of songs in karawitan, made herself famous, even since the days of the Dutch East Indies.
She is the wife of Ki Tjondrolukito, a courtier of the Yogja Palace who teaches his wife the tunes. Apart from practicing vocals, she also learned to dance at Dalem Danurejan at the age of 12. After being appointed as a palace artist, she was given the name Padhasih by Sri Sultan HB VIII. The distribution of Nyi Tjondrolukito’s works with Yogjakarta or Mataraman uyon-uyon has been produced since joining the RRI Jakarta Kerawitan and recorded in many companies. Her most famous works are the unique style and twist in performing the song of Kutut Manggung and Jineman Uler Kambang, who are still role models for all Javanese singers, especially in wayang kulit performances.
About Album
The album, entitled Gending Gending Ceremony Penganten Yogya and Solo, was produced by Fajar Record in 1994. Fajar Record is a record label that specializes in publishing music or songs from the Central Java region.
In this album, accompanied by the musician Ngesthi Budoyo, led by Ki Tjondrolukito, Nyi Tjondrolukito has composed 8 songs. Four songs are the accompaniment of the Yogya City’s traditional wedding ceremony procession, and the other four songs are for the Solo City’s traditional wedding ceremony. In this album, Nyi Tjondrolukito appeared with a different twist, not following the typical sinden style.
Story
Through out her life, Nyi Tjondrolukito has maintained the good name of the sinden. She restored the sinden’s role as a true artist and devoted her whole life to bringing the musical arts to life. Until her death in 1997, Nyi Tjondrolukito had composed at least 200 songs and her voice has been recorder in more than 100 cassette albums. She also composed the lyrics of several Javanese songs such as Dhandanggula. In addition to working full time as a song composer, Nyi Tjondrolukito also founded the Ngesti Budaya Dance School.
To commemorate her services and work in advancing the world of Indonesian sinden, the Sleman Regency government also immortalized her name as a street name. “Nyi Condrolukito” Street was used to change the name of “Monument Jogja Kembali” Street. Nyi Condrolukito Street stretches from the road from Petinggen Boundary to the intersection of the Jogja Return Monument.
Value
This recording shows the cultural diversity in the customs of the wedding ceremony in Indonesia. The songs that accompanied the wedding procession in two adjacent areas, namely Yogya and Solo Area, turned out to have different characters. Not to mention the wedding ceremonies in other areas of the archipelago.
(Writer: Usman Mansur-Museum Musik Indonesia)
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Biography
Nyi Tjondrolukito adalah legenda pesinden yang sampai sekarang masih dikenang sebagai seniwati yang besar. Lantunan sindenanya selalu memilih syair yang berisi petuah atau nasehat. Baik itu nasehat untuk menghormati ibu bapak, menuntut ilmu, berbakti kepada negara maupun untuk mecintai sesama. Nama aslinya adalah Turah, lahir di Dusun Pogung Sleman pada tahun 1921 dan meninggal di Jakarta tahun 1997. Suaranya yang khas, harum, dengan kekayaan “wangsalan” atau untaian tembang dalam karawitan, membuat sosok ini begitu terkenal, bahkan sejak zaman Hindia Belanda.
Ia isteri Ki Tjondrolukito, seorang abdi dalem Keraton Yogja yang mengajarkan nada-nada kepada isterinya. Selain berlatih olah vocal, dia juga belajar menari di Dalem Danurejan pada usia 12 tahun. Setelah diangkat sebagai seniman kraton, ia diberi nama Padhasih oleh Sri Sultan HB VIII. Tebaran karya Nyi Tjondrolukito dengan uyon-uyon khas Yogjakarta atau Mataraman dihasilkan sejak bergabung dalam Kerawitan RRI Jakarta dan rekaman di banyak perusahaan. Karya Yang terkenal adalah gaya dan cengkok yang khas dalam membawakan gending Kutut Manggung dan Jineman Uler Kambang, yang sampai sekarang ini masih menjadi panutan semua pesinden, terutama dalam pagelaran wayang kulit.
About Album
Album berjudul Gending Gending Upacara Penganten Yogya dan Solo ini diproduksi oleh Fajar Record pada tahun 1994. Fajar Record adalah sebuah label rekaman yang mengkhususkan diri dalam penerbitan musik atau lagu-lagu dari daerah Jawa Tengah.
Dalam Album yang diiringi oleh karawitan Ngesthi Budoyo pimpinan Ki Tjondrolukito ini Nyi Tjondrolukito menembangkan 8 buah lagu. Empat tembang merupakan pengiring prosesi upacara pengantin adat Yogya, dan empat tembang lainnya untuk upacara pengantin adat Solo. Dalam album tersebut Nyi Tjondrolukito tampil dengan cengkok yang berbeda dengan tidak mengikuti gaya sinden pada umumnya.
Story
Selama hidupnya, Nyi Tjondrolukito teguh menjaga nama baik pesinden. Ia mengembalikan peran pesinden sebagai seniman sejati dan membaktikan seluruh hidupnya untuk menghidupkan kesenian karawitan. Hingga tutup usia di tahun 1997, Nyi Tjondrolukito telah menciptakan setidaknya 200 tembang dan suaranya telah diabadikan dalam lebih dari 100 album rekaman kaset. Ia juga menggubah lirik beberapa tembang Jawa semisal Dhandanggula. Selain berkarya penuh sebagai penggubah tembang, Nyi Tjondrolukito juga mendirikan Sekolah Tari Ngesti Budaya,
Untuk mengenang jasa dan kiprahnya memajukan dunia sinden Indonesia, pemerintah Kabupaten Sleman pun mengabadikan namanya menjadi nama jalan. Jalan Nyi Condrolukito digunakan untuk mengganti nama Jalan Monumen Jogja Kembali. Jalan Nyi Condrolukito membentang sejak ruas jalan dari Petinggen Batas Kota hingga perempatan Monumen Jogja Kembali.
Value
Rekaman ini menunjukkan keanekaragaman budaya dalam adat istiadat upacara penganten yang terdapat di Indonesia. Lagu-lagu yang mengiringi prosesi pernikahan di dua daerah yang berdekatanpun, yaitu Yogya dan Solo ternyata memiliki karakter yang berbeda. Belum lagi upacara pernikahan yang ada di daerah-daerah lain di nusantara.
(Writer: Usman Mansur-Museum Musik Indonesia)