Zulfan Effendy – Instrumentalia Aceh

0

ACEH

Type of Collection: Cassette
Artist/Group: Zulfan Effendy
Album Title: Instrumentalia Aceh
Origin: Daerah Istimewa Aceh
Language: Aceh
Year of Release: No Data
Label: TOP Record
Serial Number: T-3602
Tracklist: 11
Contributor: Oyek, Malang

Reference Link:

Tracklist

No.Song Title-Side ANo.Song Title-Side B
1Ranoup Lampuan1Tajak Ugleu
2Agam Ngon Dara2Bungong Seulanga
3Dibaba Pinto3Hikmah Fajar
4Tarik Pukat4Seudati
5Bungong Jeumpa5Cicem Pala Kuneeng
  6Pantun Nasihat

BIOGRAFI MUSISI

Zulfan Effendi Lubis was born in Medan, 21st September 1953. He is the first child of Zakaria Lubis and Nur Aini Lubis. Since he was a child, Zulfan joined As-Syabab Senandung Deli group formed by his dad and his uncle. He frequently plays accordion to replace his uncle, M. Nasir Nasution. Zulfan also plays violins and sings for this group. As-Syabab Senandung Deli disbanded in 1970, and afterwards, Zulfan joins music group El-Surayya. This group is led by Prof. Ahmad Baqi Dalimunthe who created a lot of middle-eastern nuanced music.

Until now, Zulfan is still known as a musician who creates Malay music with middle-eastern characteristics. He is a great accordion player and violinist who also sings Malay songs with right twist.

‘INSTRUMENTALIA ACEH’, THE ALBUM

This album consists of instrumental music to accompany Acehnese traditional dances by Zulfan Effendi whose name is well known to the public. Zulfan is not known only to people of Aceh, but also by the people across Indonesia. The sound of accordion is the main focus on this album.

ACEHNESE DANCE

Acehnese dance, including its accompaniment music inside this album, has its own distinction and uniqueness, that is:

  • Initially, Acehnese dances is performed for rituals, not for entertainment purposes
  • Harmonious combination between dance, music and literature
  • Performed in group within a limited area
  • Movement repetition in simple motion pattern
  • Performance duration is relatively long

One of the most interesting features in Acehnese dance is that it’s always performed in group. There is no Acehnese dance that is performed solo. Within the group, there are those who act as the dancers, sheikh (leader), and often accompanied by deputy sheikh, or also called aneuk sheikh (deputy leader). This is similar to imam and amir concept in Islam. Sheikh’s role is to determine dancer’s simultaneous and dynamic moves.

RANOUP LAMPUAN DANCE

Ranoup Lampuan, the first song on this album’s side A, is played during Ranoup Lampuan dance performance. Ranoup Lampuan dance is a dance performed to welcome guest and usually performed by female dancers. These dancers offer the guests betel as a welcoming gesture from the community. This dance was first created in 1959 by one of the famous artists from Aceh named Yusrizal. Ranoup Lampuan is taken from “ranup” which means betel and “puan” which means container for Acehnese typical betel. This dance is created from Aceh tradition in welcoming guests by offering betel as their welcoming gesture and symbol of brotherhood between the communities. So, when a guest is offered with betel, it means that the guest is welcomed by the community. Likewise, if the guest enjoys the treat, that guest is considered to receive the reception well.

Ranoup Lampuan dance is usually performed by 5-7 female dancers. The movements are are dominated by gentle moves that represents dancers’ politeness and sincerity. If you look closely, every movement in this dance has its meaning. Ranoup Lampuan dance movements consists of greetings, picking and cleaning betel, brushing chalk on betel, placing gambier and areca nut on betel, and the last one is giving it to the guest.

CICEM PALA KUNEENG DANCE

This dance depicts the beauty of the Cicem Pala Kuneng bird or commonly called Cempala Kuneng which is a pride of Acehnese people. The splendor and beauty of this bird is shown by its glossy greyish brown color with a white brow-like shape above the eyes, and a sharp slender black beak. Part of the chest and abdomen to the base of the tail and back are reddish yellow, while the tip of the tail is black with white edges on the underside

Cempala kuneng is philosophized as a form of Aceh’s splendor, showing that Aceh has a variety of cultural arts, ethnic groups and regional languages. It is also philosophized as Aceh can soar as high as the Cempala Kuneng bird.


VALUE

What is the significance of this album? In addition to documenting the traditional Acehnese music and dance arts, what is more important is that the existence of this album has helped to preserve the values of life in the customs of the Acehnese people. A fundamental step in supporting the Advancement of Indonesian Culture.

(Writer: Ratna Sakti Wulandari-Museum Musik Indonesia)

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

BIOGRAFI MUSISI

Zulfan Effendi Lubis lahir di Kota Medan, 21 September 1953. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Zakaria Lubis dan Nur Aini Lubis. Sejak masih kecil, Zulfan bergabung dengan grup As-Syabab Senandung Deli yang dibentuk oleh ayah dan pamannya. Ia sering dipakai sebagai pemain akordion untuk menggantikan pamannya M. Nasir Nasution. Ia kadang-kadang bermain biola atau bertindak sebagai penyanyi dalam grup ini. Grup ini bubar pada tahun 1970, lalu Zulfan bergabung dengan grup musik El-Surayya. Grup ini dipimpin oleh Prof. Ahmad Baqi Dalimunthe yang banyak menciptakan lagu-lagu bernuansa padang pasir. 

Hingga saat ini Zulfan Effendi ini dikenal sebagai seorang pemain musik, khususnya musik Melayu dengan ciri musik padang pasirnya. Ia merupakan seorang pemain akordion dan biola yang handal. Juga bisa menyanyikan lagu-lagu Melayu dengan cengkok yang tepat.

ALBUM INSTRUMENTALIA ACEH

Album ini merupakan album yang berisi musik instrumentalia pengiring tari-tarian Aceh oleh Zulfan Effendi yang namanya cukup dikenal masyarakat. Tidak hanya dikenal oleh mayarakat Aceh sendiri tapi juga telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Suara instrumen musik akordian menjadi andalan dalam album ini.

SENI TARI ACEH

Seni tari Aceh, termasuk tarian yang musik pengiringnya terdapat dalam album ini, memiliki keistimewaan & keunikan tersendiri dengan ciri-ciri:

  • Pada mulanya hanya dilakukan dalam upacara-upacara tertentu ritual bukan tontonan
  • Merupakan kombinasi yang serasi antara tari, musik, dan sastra
  • Dimainkan secara berkelompok dengan arena yang terbatas
  • Pengulangan gerakan dalam pola gerak yang sederhana
  • Waktu penyajian relatif panjang.

Salah satu ciri yang paling menarik dari tari Aceh adalah bahwa ia dilakukan secara berkelompok. Tidak ada tari Aceh yang dilakukan sendiri (solo). Di dalam kelompok tersebut ada yang berperan sebagai penari, syekh (pemimpin), dan sering juga didampingi oleh wakil syekh atau disebut juga aneuk syekh (wakil pemimpin). Hal ini mirip konsep imam dan amir dalam agama Islam. Syekh merupakan penentu gerakan penari yang serempak dan dinamis. 

TARI RANOUP LAMPUAN

Sebagai contoh, lagu nomor satu dalam Side A album ini, merupakan lagu pengiring Tari Ranoup Lampuan. Ini termasuk jenis tari penyambutan yang biasanya dibawakan oleh penari wanita dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima dari masyarakat. Tarian ini pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh salah satu seniman terkenal dari Aceh yang bernama Yusrizal. Ranup Lampuan ini diambil dari kata “ranup” yang berarti sirih dan kata “puan” yang berarti tempat/wadah sirih khas Ace. Tarian ini diangkat dari kebiasaan adat istiadat masyarakat Aceh dalam menyambut tamu terhormat dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima mereka dan sebagai simbol persaudaraan antar masyarakat. Sehingga ketika tamu disuguhkan sirih tersebut, berarti dia sudah diterima dengan baik oleh masyarakat di sana. Begitu juga apabila tamu sudah menikmati suguhan tersebut, berarti dia sudah menerima sambutan dengan baik.

Tari Ranup Lampuan biasanya dibawakan oleh para penari wanita sebanyak 5-7 orang. Gerakannya didominasi oleh gerakan lemah lembut yang melambangkan kesopanan dan ketulusan para penari. Apabila di perhatikan secara seksama, setiap gerakan pada tarian ini memiliki makna khusus. Terdapat rangkaian gerakan salam sembah, memetik sirih, membersihkan sirih, meyapukan kapur, memberi gambir serta pinang dan yang terakhir adalah menyuguhkan sirih kepada para tamu.

TARI CICEM PALA KUNEENG

Tarian ini menggambarkan keindahan burung Cicem Pala Kuneng atau biasa disebut Cempala Kuneng yang merupakan burung kebanggan rakyat Aceh. Kemegahan dan keindahan burung ini diperlihatkan oleh warnanya yang coklat keabuan tua mengkilap dengan ciri khas sebentuk alis putih di atas mata, serta paruh hitam ramping tajam. Sebagian dada dan perut sampai pangkal ekor dan punggung berwarna kuning kemerahan, sedangkan ujung ekornya berwarna hitam dengan pinggir putih pada bagian bawahnya.

Cempala kuneng ini difilosofikan sebagai bentuk kemegahan Aceh, menunjukkan bahwa Aceh memiliki ragam seni budaya, ragam suku dan bahasa daerah. Aceh mampu menjulang tinggi persis seperti burung Cempala Kuneng ini yang memiliki ragam warna, suara yang nyaring dan mengepakkan sayapnya yang indah untuk terbang tinggi.


VALUE

Apa arti penting dari album ini? Selain mendokumentasikan seni musik dan seni tari tradisi

Aceh, yang lebih penting lagi adalah bahwa keberadaan album ini telah turut melestarikan nilai-nilai kehidupan dalam adat istiadat masyarakat Aceh. Sebuah langkah mendasar dalam mendukung Pemajuan Kebudayaan Indonesia.

(Writer: Ratna Sakti Wulandari-Museum Musik Indonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here