REYOG PONOROGO – GENDING2 TARI & TEMBANG VOL. 2

0

EAST JAVA

Type of Collection: Cassette
Artist/Group: Group Reyog Ponorogo Pimpinan Mbah Djojo
Album Title: Gending-Gending Tari & Tembang Vol. 2 (Gending dance & Song Vol.2)
Origin: East Java
Language: Java
Year of Release: 1995
Label: Fajar
Serial Number: 9442
Tracklist: 2
Contributor: Museum Musik Indonesia

Reference Link            :

Tracklist

NoSong TitleSongwriterLead VocalOrigin
 SIDE A   
1Tari merak LepasSuyonoNgatmi, Sri Winih, Mujiono, Imam SupangatPonorogo
 SIDE B   
1Tari Merak Tarung Terus Iring-IringSuyonoNgatmi, Sri Winih, Mujiono, Imam SupangatPonorogo

What is Reog Ponorogo?

 Reog Ponorogo is an old performing art that has survived the onslaught of times and has artistic values and noble values originating from the North-West area of East Java Province, namely Ponorogo. The word “reog” itself comes from the word “riyokun” which means husnul khotimah (good ending). The Reog dance, which is famous for its Singo Barong (A Creature that looks like a Lion), is considered still thick with mysticism and other mystical things. Reog performance is accompanied by several types of musical instruments such as drums, demung, saron, peking, gong, kempul, and also slenthem.

There are many versions about the origin of reog. One of them started from the rebellion of a courtier of the Majapahit Kingdom named Ki Ageng Kutu during the leadership of King Bhre Kertabumi. This rebellion was motivated by anxiety over the royal government which was considered very corrupt and could lead to the collapse of Majapahit Kingdom. The trigger came from King Bhre Kertabumu’s wife, who came from China. The King at that time often did not fulfil his obligations as a leader because he was too influenced and controlled by her.

Based on that situation, Ki Ageng Kutu left the kingdom and established an institution that teaches self-immunity and martial arts to young people. Ki Ageng Kutu’s hope is these young people will be the rise of Majapahit Kingdom. Since they only exist in small number, Ki Ageng Kutu decided to fight using Reog performance to deliver their policital message. Then comes the idea to make barongan from tiger’s skin and made it as if a peacock rides the tiger. He hoped that Reog’s performance could build resistance from the local community and convey a satirical message to the king. To keep his satire subtle and free from Majapahit Kingdom’s influence, Ki Ageng protects them with the a a highly trained strong force called Warok. 

The satire is conveyed through a lion-headed mask called Singa Barong. Then there is the symbol of the power of the Majapahit kingdom, represented through jathilan played by gemblak dancers riding artificial horses. Warok is a symbol of the rebel, Ki Ageng Kutu himself. Warok is depicted through a person wearing red clown mask who supports the heavy weight of Singa Barong mask alone. Ki Ageng Kutu became known as the creator of Reog Ponorogo dance.

Philosophy and value we can conclude from Reog Ponorogo are:

1Reog Ponorogo is a symbol of masculinity, strength and valor.

2. Reog movements depict human from its birth, life, to death.

3. Warok is a symbol of bravery, toughness, patriotism, and unyielding behavior.

4. From history perspective, Reog Ponorogo tells us to to fight for something we believe to be right as Ki Ageng Kutu did.

5. Reog Ponorogo can be viewed from three values, as follows:

First, that the Reog Ponorogo dance contains spiritual values, such as magical values, religious values, sustainability values, and faith values. Second, that the Reog Ponorogo contains values related to outward elements, such as the value of welfare, the value of justice, and the value of heroism. Third, that the Reog Ponorogo contains entertainment values, such as aesthetic values, satisfaction values, competitive values, performance values, and material values.

Until now the people of Ponorogo follow what is passed down by their ancestors as a very rich cultural heritage. Reog is a human creation created by the existence of a belief system that has been passed down from generation to generation. Reog Ponorogo art is not only artistic or aesthetic, but also contains noble values. These values include noble character as symbolized by the peacock, courage to defend the truth (tiger), patriotism/heroism (jathil dance), optimism (pujangganong dance), and leadership (kelana sewandana dance).

There are two types of Reog Ponorogo known today, namely Reog Obyog and Reog Festival. Reog Obyog, who thrives in the countryside, often performed at the villager’s courtyard or village road without following a certain standard. Usually, they are performed in Village’s celebration events. Meanwhile, the Reog Festival has undergone modifications and is performed according to the standard at the annual Reog Festival held by the Ponorogo City Government since 1997. Each variety has its own characteristics, mainly in the aspect of performing arts or performances. However, in terms of the device used are generally the same. The main device is a barongan, device that consisting of a Dadak Merak and a Caplokan. Dadak Merak is the top of the barongan made from peacock feathers. While Caplokan is the bottom of the barongan made from tiger skin. Gamelan instruments include kendang, ketipung, ketuk, kenong, kempul (gong), angklung, and slompret. While Reog clothing includes senior warok clothes, junior warok clothes, jatil clothes, pujangganong clothes, and kelana sewandana clothes.

This tribute album presented by Reyog Ponorogo Group led by Mbah Djojo, Gending Dance and Tembang Vol. 2, is an album that contains music for Tari Merak which describes the story of the peacock and its philosophy in the story of Reyog Ponorogo. 

Value

Peacock is a bird that has beautiful and colorful feathers. The creation of Reog contains a message so that humans are not easily influenced by something that has a charming appearance.

(Writer: Ratna Sakti Wulandari-Museum Musik Indonesia)

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Apa itu tari Reog Ponorogo?

Reog Ponorogo adalah sebuah seni pertunjukan tua yang bertahan dari gempuran zaman dan memiliki nilai seni dan nilai-nilai luhur yang berasal dari daerah Barat-Laut Provinsi Jawa Timur yaitu Ponorogo. Kata “reog” sendiri berasa dari kata “riyokun” yang artinya husnul khotimah (akhir yang baik). Tarian yang terkenal dengan Singo Barongnya ini dinilai masih kental dengan ilmu kebatinan dan hal-hal mistis lainnya. Pertunjukannya diiringi dengan beberapa jenis alat musik seperti kendang, demung, saron, peking, gong, kempul, dan juga slenthem.

Terdapat banyak versi tentang asal usul reog ini. Salah satunya berawal dari pemberontakan abdi dalem Kerajaan Majapahit bernama Ki Ageng Kutu di masa kepemimpinan Raja Bhre Kertabumi. Pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan atas pemerintaah kerajaan yang dinilai sangat korup yang bisa mengakibatkan keruntuhan Majapahit. Pemicunya bersumber dari campur tangan istri Raja Bhre Kertabumu yang berasal dari Tiongkok. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemimpin karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri.

Atas dasar itu, Ki Ageng Kutu lalu meninggalkan kerajaan dan mendirikan sebuah perguruan yang mengajarkan ilmu kekebalan diri dan seni bela diri kepada anak-anak muda. Harapannya adalah agar mereka menjadi bibit dari kebangkitan Kerajaan Majapahit. Disebabkan jumlah pengikutnya yang terlalu kecil untuk melawan pasukan Kerajaan Majapahit, dia memutuskan melawan kerajaan dengan pesan politis melalui pertunjukkan Reog. Kemudian lahir gagasan membuat barongan dengan bahan dari kulit harimau yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Ia berharap, pertunjukkan Reog bisa membangun perlawanan masyarakat lokal dan bisa menyampaikan pesan sindiran kepada raja. Agar sindirannya aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. 

Sindiran tersebut disampaikan melalui topeng berkepala singa yang disebut Singa Barong. Lalu ada  simbol kekuatan kerajaan Majapahit yang direpresentasikan melalui jathilan yang diperankan penari gemblak dengan menunggang kuda buatan. Sedangkan warok merupakan simbol sang pemberontak, yaitu Ki Ageng Kutu sendiri.  Ini digambarkan melalui orang bertopeng badut merah yang menopang beban berat topeng Singa Barong sendirian. Ki Ageng Kutu kemudian dikenal sebagai pencipta tari Reog Ponorogo.

Filosofi dan nilai-nilai yang terkandung dalam tari Reog Ponorogo yaitu:

1Tari Reog Ponorogo merupakan simbol kejantanan, keperkasaan, dan juga kegagahan.

2. Gerakannya menggambarkan kehidupan manusia dari lahir, hidup, hingga mati.

3. Warok dinilai sebagai simbol keberanian, ketangguhan, patriorik, dan pantang menyerah.

4. Dari perspektif sejarah, Reog Ponorogo mengandung pesan agar kita memperjuangkan sesuatu yang kita yakini benar sebagaimana yang dilakukan oleh Ki Ageng Kutu.

5. Dari perspektif konsep nilai, Reog Ponorogo dapat ditinjau dari tiga nilai, sebagai berikut:

Pertama, bahwa tari Reog Ponorogo mengandung nilai-nilai kerohanian, seperti nilai magis, nilai dakwah, nilai kelestarian, dan nilai kepercayaan.

Kedua, bahwa tari Reog Ponorogo mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan unsur lahiriah, seperti nilai kesejahteraan, nilai keadilan, dan nilai kepahlawanan.

Ketiga, bahwa tari Reog Ponorogo mengandung nilai-nilai kesenangan, seperti nilai estetika, nilai kepuasan, nilai hiburan, nilai kompetitif, nilai pertunjukan, dan nilai material.

Hingga kini masyarakat Ponorogo mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun. Seni reog Ponorogo bukan hanya bernilai seni atau estetika, tapi juga mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai itu di antaranya budi pekerti mulia sebagaimana disimbolkan melalui burung merak, keberanian membela kebenaran (harimau), patriotisme/kepahlawanan (tari jathil), optimisme (tari pujangganong), dan kepemimpinan (tari kelana sewandana).

Ada dua ragam bentuk reog Ponorogo yang dikenal saat ini, yakni Reog Obyog dan Reog Festival. Reog obyog, yang hidup di pedesaan, sering pentas di pelataran atau jalan tanpa mengikuti pakem tertentu. Biasanya mengisi acara hajatan, bersih desa, hingga pementasan semata untuk menghibur. Sedangkan Reog Festival sudah mengalami modifikasi dan ditampilkan sesuai pakem dalam acara tahunan Festival Reog yang diadakan Pemerintah Kota Ponorogo sejak 1997. Masing-masing ragam memiliki ciri atau kekhasan, terutama terletak pada aspek seni pertunjukan atau pementasannya. Kendati demikian, dari segi perangkat umumnya sama. Ada perangkat barongan yang terdiri dari dadak merak dan caplokan. Dadak merak merupakan bagian atas barongan terbuat dari bulu-bulu burung merak. Sedangkan caplokan merupakan bagian bawah barongan terbuat dari kulit harimau. Perangkat gamelan meliputi kendang, ketipung, ketuk, kenong, kempul (gong), angklung, dan slompret. Sementara busananya meliputi busana warok tua, busana warok muda, busana jatil, busana pujangganong, dan busana kelana sewandana.

Album persembahan Group Reyog Ponorogo pimpinan Mbah Djojo, Gending-gending Tari dan Tembang vol 2 ini merupakan album yang berisi musik pengiring Tarian Merak yang menggambarkan cerita burung merak dan filosofinya dalam kisah Reyog Ponorogo. 

Value

Burung Merak adalah sebuah burung yang memiliki bulu-bulu yang indah berwarna warni. Terciptanya kesenian reog mengandung pesan agar manusia tidak mudah terpengaruh oleh sesuatu yang memiliki penampilan fisik terlihat mempesona.

(Writer: Ratna Sakti Wulandari-Museum Musik Indonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here