Gema Cakrawala Watuliney – Musik Bambu Klarinet

0

NORTH SULAWESI

Type of Collection: Cassette
Main Artist: Gema Cakrawala Watuliney
Leader: DR. Max Wulur MS, Estefintje Wulur
Music Director: Perry Rumengan S
Album Tittle: Musik Bambu Klarinet (Bamboo Music Clarinet)
Origin: Kecamatan Belang, Minahasa, North Sulawesi
Language: Indonesia, Manado, English
Label: DL
Year of Release: 1990
Serial Number: No Data
Contributor: Museum Musik Indonesia, Malang, 2021

Reference Link:

Track List

No.Song TitleMusic By
Side A  
1.Mars MinahasaGema Cakrawala Watuliney
2.Waltz IGema Cakrawala Watuliney
3.Brothers MarsGema Cakrawala Watuliney
4.O Ina Ni KekeGema Cakrawala Watuliney
5.Mars CowboyGema Cakrawala Watuliney
6.Mana Itu JanjiGema Cakrawala Watuliney
7.Mars BersatuGema Cakrawala Watuliney
   
Side B  
1.Waltz IIGema Cakrawala Watuliney
2.Soldaten MarsGema Cakrawala Watuliney
3.La PalomaGema Cakrawala Watuliney
4.Cahaya MarsGema Cakrawala Watuliney
5.Amazing GraceGema Cakrawala Watuliney
6.MiddleyGema Cakrawala Watuliney
7.Opo Wana NatasGema Cakrawala Watuliney

Artist’s Biography

Bamboo Clarinet music is a type of music originating and developing in North Sulawesi Province. Gema Cakrawala Watuliney is a group that has been playing this type of music since 1985. The group from Watuliney Village, Belang District, Minahasa Regency is led by Prof. Dr. Max Wullur and Mrs. Estefintje Wullur with coach Prof. Dr. Perry Rumengan, M.Sn. However, the name of Gema Cakrawala Watuliney Has Now Changed its Name to “GITA NADA PERSADA” Bamboo Clarinet Music Watuliney.

Album

In 1990 this band made an album recorded on DL Records in the form of a cassette tape. There are 14 songs in the album that use English, Minahasa and Indonesian lyrics. The color of the music and songs is dominated by marching rhythms that are full of enthusiasm and joy. There are 6 songs that use the word mars as part of the song title. Also included are 2 songs that elevate the Waltz music genre. Such rhythmic music is common to be performed at public parties in North Sulawesi. The culture of the people of North Sulawesi has similarities with the people of the Philippines, which is located in the north of the island of Sulawesi.

While the folk song that represents the North Sulawesi region is the song O Ina Ni Keke which was composed by RC Hardjosubroto. The meaning contained in the song O Ina Ni Keke is the love of a mother for her child. However, the child uses his mother’s love as an excuse to be spoiled. Thus in the end there is no reciprocal relationship of love from the mother to the child.

The Story

North Sulawesi is widely known for its Kolintang musical instrument. This is a type of percussion instrument typical of the Minahasa Tribe made of wood. Besides kolintang, there is also Bamboo Music which also comes from the Minahasa area. The classification of this musical art is included in the category of instrumental music, playing it by blowing. There are two types of bamboo music in Minahasa. First, all musical instruments are made of bamboo and are named Bambu Melulu music. The second part of the musical instrument is made of zinc sheets, and brass is called Bambu Seng music.

The existence of this bamboo music begins with a wind instrument called the flute or seruling. Then it develops into a pile or group of music combined with other types of wind instruments. The combined musical instruments are also made of bamboo. The basic construction is taken from the form of a flute and then modified its shape. Also equipped with other types of additional musical instruments such as bass drums and cymbals as a complement to musical instruments.

Adaptation of bamboo music is part of Minahasa culture as an effort to improve the quality of its music. They want to produce a harmonious rhythmic sound quality through presenting their musical performances to the public. It is also worth appreciating their efforts to regenerate music players, even if only among their own families. The local community views this bamboo music positively. Through this music, social status and social relations among the Minahasa people can be raised. The benefits it brings are in the form of inner and outer satisfaction with the closer brotherhood, creativity in creating music, the availability of entertainment and the development of the economy.

The Value

This album has an important value in maintaining the musical art tradition that grows and develops in the people of North Sulawesi so that it does not become extinct. Thus this cultural heritage can continue to be heard and preserved in the younger generation.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Biografi Artist

Musik Bambu Klarinet adalah jenis musik yang berasal dan berkembang di Provinsi Sulawesi Utara. Gema Cakrawala Watuliney adalah sebuah group yang memainkan jenis musik ini sejak tahun 1985. Group yang berasal dari Desa Watuliney, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa ini dipimpin Oleh Prof. Dr. Max Wullur dan Ibu Estefintje Wullur dengan pelatih Prof. Dr. Perry Rumengan, M.Sn. Namun Musik Bambu Klarinet Gema Cakrawala Sekarang Sudah Berganti nama Menjadi “Musik Bambu Klarinet “GITA NADA PERSADA” Watuliney

Album

Pada tahun 1990 grup musik ini membuat album rekaman di DL Record dalam bentuk pita kaset. Ada 14 lagu dalam album tersebut yang mempergunakan lirik bahasa Inggris, Bahasa Minahasa dan Bahasa Indonesia. Warna musik dan lagunya banyak didominasi oleh irama mars yang penuh semangat dan kegembiraan. Ada 6 buah lagu yang mempergunakan kata mars sebagai bagian dari judul lagunya. Ritme musik yang demikian memang biasa untuk dibawakan pada acara-acara pesta masyarakat Sulawesi Utara. Termasuk pula ada 2 buah lagu yang mengangkat genre musik Waltz. Budaya masyarakat Sulawesi Utara memiliki kesamaan dengan masyarakat dari Negara Philippina yang letaknya berada di sebelah utara Pulau Sulawesi.

Sedang lagu daerah yang mewakili daerah Sulawesi Utara adalah lagu O Ina Ni Keke yang diciptakan oleh RC Hardjosubroto. Makna yang terkandung dalam lagu O Ina Ni Keke ini adalah rasa sayang seorang ibu kepada anaknya. Akan tetapi sang anak menjadikan kasih sayang ibunya sebagai alasan untuk bersikap manja. Dengan demikian akhirnya tidak terdapat timbal balik jalinan rasa kasih sayang dari ibu kepada anaknya tersebut.

The Story.

Sulawesi Utara dikenal secara luas dengan instrument musik Kolintang. Ini adalah jenis alat musik pukul khas Suku Minahasa yang terbuat dari bahan kayu. Selain kolintang, ada pula Musik Bambu yang juga berasal dari daerah Minahasa. Klasifikasi seni musik ini termasuk dalam kategori musik instrumental, memainkanya dengan cara ditiup. Jenis musik bambu yang ada di Minahasa, mempunyai dua jenis yaitu.  Pertama, seluruh alat musik terbuat dari bambu dan diberi nama musik Bambu Melulu. Yang kedua sebagian alat musik terbuat dari lembaran seng, dan kuningan dinamakan musik Bambu Seng.

Keberadaan musik bambu ini diawali dengan satu alat musik tiup yang disebut suling atau seruling. Kemudian berkembang menjadi satu tumpukan atau kelompok musik yang digabungkan dengan jenis alat musik tiup lainya. Alat musik yang digabungkan itu juga terbuat dari bambu. Konstruksi dasarnya diambil dari bentuk seruling kemudian dimodifikasi bentuknya. Juga dilengkapi dengan jenis alat musik tambahan lainya seperti bas dram dan simbal sebagai pelengkap musik instrumen.

Adaptasi kesenian musik bambu merupakan bagian dari kebudayaan Minahasa sebagai upaya untuk meningkatkan mutu musiknya. Mereka ingin menghasilkan kualitas bunyi irama yang harmonis melalui penyajian pertunjukan musiknya pada masyarakat. Patut diapresiasi pula upaya mereka melakukan regenerasi pemain musik meski hanya pada kalangan keluarga sendiri. Masyarakat setempat memandang posiitif terhadap musik bambu ini. Melalui musik ini status sosial dan hubungan sosial di antara masyarakat Minahasa dapat terangkat.  Manfaat yang ditimbulkannya berupa pemuasan lahir batin dengan makin eratnya persaudaraan, kreatifitas berkreasi seni music, tersedianya hiburan dan berkembangnya perekonomian.

The Value

Album ini memiliki nilai penting dalam menjaga tradisi seni musik yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Sulawesi Utara agar tidak punah. Dengan demikian warisan budaya ini dapat terus diperdengarkan dan dilestarikan pada generasi muda.

Writer: Hengki Herwanto-Museum Musik Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here