Group RASULTA – Se Akalambi Mera

0

EAST JAVA

Type of Collection: Cassette
Artist/Group: Group RASULTA (Pimp. Bachtiar Djauhari)
Album Title: Se Akalambi Mera
Origin: Jember, East Java
Language: Madura
Year of Release: 1978
Label: CHGB Record
Serial number: –
Contributor: Museum Musik Indonesia, 2021

Reference links                       :

Tracklist

NoTitleSinger
SIDE A:
1Se Akalambhi MeraMatari
2Kejung Da’OmenMatari & Nuryah Yamin
3Setan GundulSunarsih
4Kejung PaleggiranSunarsih & Matari
5Melati GunungMatari
SIDE B:
1Tal’langHusnan Djafar & Nuryah Yamin
2SomberanHusnan Djafar
3Nase AngosSunarsih
4Argo-PuroNuryah Yamin
5Tong OntonganHusnan Djafar

Biography

RASULTA Group is a group of musicians from Madura. This music group is led by Bachtiar Djauhari, who also the composer of songs sung by members of this group. Not much information is known about this group.

About Album

This album is a recording of the music of tong-tong or kentongan, which is typical Madura music. Sometimes this music is also called patrol music because it is used to wake muslims up for suhoor in the month of Ramadan. In the past, the use of the kentongan functioned as a simple communication tool. As well as as a danger marker, announcement, time marker, and communication tool both during patrols and meeting villagers.

Story

It is a paradigmatic mistake if the Madura people have always been assumed to be ‘harsh’ people. Manifested by one cultural style, namely Carok. Because the Madurese also have a variety of local wisdom that has colored the culture in Indonesia, such as karapan sapi, saronen, ludruk, Madura masks, and so on. In addition, the assumption that the Madura community is primitive and their level of love for performing arts are low is no longer relevant to be discussed. In fact, today Madura society are people who have come into contact with modernity. They continue to try to preserve local culture in order to accompany the globality of culture that continues to plug its networks.

The phenomenon of globalization with the various values it brings, on the one hand, does raise a variety of concerns for local people. Because the new culture brought by globalization seems to be slowly eroding local values. But on the other hand, globalization has provided a direction for the enlightenment and progress of Madurese culture. Several figures in Madura came up with the idea of revitalizing Madura’s culture. The concept of revitalization is an offer to save culture so that it can still exist. One of them is in the field of local music in the midst of the advancement of contemporary music.

We can see this through the musical arts of tongs, which continuous receiving special attention from the local government, to become a new icon of traditional music as well as a symbol of Madura resistance culture. The emergence of various music festivals, as well as being a form of revitalization of local arts. Simultaneously, it becomes an answer to Kuntowijoyo (2002) thesis which describes that Madura people like to migrate and their love for the arts is quite low. Tong-tong is a value system that is mixed in the form of art.

Tong-tong music is music with instruments made of bamboo and made with a simple model. However, it is able to present a brilliant sound that is as beautiful as modern music. This music is a local treasure that is able to color people’s lives, especially in Madura. The term tong-tong comes from the imitation of sound referring to a group of musical instruments.

In the beginning of community, the use of barrels was only limited to give warnings or signals when there were important events. For example, when there is a theft, village activities will start, as well as other important events. That is, the barrels were originally nothing more than a sounding instrument. So that this local wealth is lost from people’s lives when all sounds can be created with more interesting and contemporary nuances.

This is where we find interesting nuances creativity of the Madura community. The barrels are then raised as entertainment to wake up people who want to eat suhoor in the month of Ramadan. Tong-tong music which is played in Ramadan does not consist of only one bamboo musical instrument. In a tong-tong musical group, there are various other musical instruments in addition to the kentongan which is the basic instrument of the orchestra. Such as drums, small cymbals, a kind of pekeng or small three-plated metallophones, or empty plastic buckets. Then the pottery jars were covered with truck tires stretched and tied with neon cords.

Although the music of tong-tong only consists of very simple musical instruments. With the high creativity of the Madura community, the tongs have been transformed into a set of musical instruments that are no less interesting than modern musical instruments. Tong-tong music, apart from being another embodiment of the art of music, also has a distinctive cultural character that is able to adapt to today’s life. The musical art of tong-tong is not only a musical instrument of entertainment, but also proof that any local treasures cannot be abandoned and left unattended.

Value

Tong-tong music exists not only to complement local music, but also as a powerhouse for other local music. This local music could be an alternative music in modern society. In the midst of the stretching and development of modern music, which is increasingly blurring the identity of the locality, due to the tremendous wave of modernization.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Biography

RASULTA Group merupakan kelompok musisi yang berasal dari Madura. Grup musik ini dipimpin oleh Bachtiar Djauhari, sebagai pencipta lagu-lagu yang dilantunkan oleh anggota dari grup ini. Tidak banyak informasi yang diketahui terkait grup ini.

About Album

Album ini merupakan sebuah rekaman dari musik tong-tong atau kentongan yang merupakan musik daerah khas madura. Kadangkala musik ini juga disebut dengan musik patrol dikarenakan digunakan untuk membangunkan umat Islam sahur di Bulan Ramadhan. Di masa lampau, penggunaan kentongan tersebut difungsikan sebagai alat komunikasi sederhana. Seperti halnya sebagai penanda bahaya, pengumuman, penanda waktu, dan alat komunikasi baik saat ronda maupun pemanggil rapat. Album ini bertemakan lagu-lagu daerah kentongan Madura.

Story

Sebuah kesalahan paradigmatik jika selama ini masyarakat Madura selalu diasumsikan sebagai orang-orang ‘keras’. Termanifestasikan dengan satu corak budayanya, yakni Carok. Sebab masyarakat Madura juga memiliki beragam kearifan lokal yang ikut mewarnai kebudayaan nasional, semisal karapan sapi, sapi sonok, saronen, ludruk, topeng Madura, dan lain sebagainya. Selain itu, asumsi bahwa masyarakat Madura primitif dan tingkat kecintaannya terhadap seni pertunjukan rendah sudah tidak relevan lagi diperbincangkan. Justru masyarakat Madura hari ini adalah orang-orang yang telah bersinggungan dengan modernitas. Mereka terus mencoba melestarikan budaya lokal demi mengiringi globalitas budaya yang terus menancapkan jejaring-jejaringnya.

Fenomena globalisasi dengan sekian nilai yang dibawanya, di satu sisi memang memunculkan beragam kekhawatiran masyarakat lokal. Karena kebudayaan baru yang dibawa oleh globalisasi tampaknya secara perlahan menggerus nilai-nilai lokal. Tetapi di sisi lain globalisasi justru memberikan arah pencerahan dan kemajuan budaya Madura. Beberapa tokoh di Madura memunculkan gagasan tentang revitalisasi kebudayaan yang dimiliki Madura. Konsepsi revitalisasi merupakan tawaran untuk menyelamatkan kebudayaan agar tetap eksis. Salah satunya dalam bidang seni musik lokal di tengah kemajuan seni musik kekinian.

Hal itu dapat kita teropong dari kesenian musik tong-tong yang terus mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah. Untuk dijadikan ikon baru musik tradisional sekaligus sebagai simbol perlawanan budaya Madura. Mencuatnya beragam festival musik tong-tong di samping sebagai bentuk revitalisasi kesenian lokal. Secara bersamaan menjadi jawaban atas tesis Kuntowijoyo (2002) yang menggambarkan bahwa orang Madura suka bermigrasi dan kecintaannya terhadap kesenian cukup rendah. Tong-tong adalah sistem nilai yang diramu dalam bentuk kesenian.

Musik tong-tong adalah musik dengan peralatan dari bambu dan dibuat dengan model sederhana. Namun mampu menghadirkan bunyi yang rancak dan tak kalah indah dari musik modern. Musik ini merupakan kekayaan lokal yang mampu mewarnai kehidupan masyarakat, terutama di Madura. Istilah tong-tong berasal dari tiruan bunyi menyebut satu kelompok alat musik.

Pada awalnya, dalam kehidupan masyarakat kampung, tong-tong hanya dimanfaatkan terbatas untuk memberi peringatan atau isyarat saat ada kejadian-kejadian penting. Misalnya saat ada pencurian, akan dimulai kegiatan-kegiatan desa, demikian bila terjadi kejadian penting yang lain. Artinya, tong-tong pada awalnya tidak lebih hanya sekedar alat yang dibunyikan. Sehingga kekayaan lokal ini hilang dari kehidupan masyarakat ketika segala bunyi-bunyian mampu diciptakan dengan nuansa yang lebih menarik dan kekinian.

Di sinilah kita menemukan nuansa menarik dari kreativitas masyarakat Madura. Tong-tong kemudian dimunculkan sebagai hiburan untuk membangunkan orang yang hendak makan sahur di bulan ramadhan. Musik tong-tong yang dimainkan pada bulan ramadhan tidak hanya terdiri dari satu alat musik bambu saja. Dalam satu grup musik tong-tong terdapat berbagai alat musik lain di samping kentongan yang merupakan instrument dasar dari orkes. Semisal gendang, simbal kecil, sejenis pekeng atau metalofon kecil berplat tiga, atau ember plastik kosong. Lalu tempaian tembikar yang ditutup dengan ban dalam truk yang direntangkan dan diikat dengan tali neon.

Meskipun musik tong-tong hanya terdiri dari alat musik yang sangat sederhana. Dengan kreatifitas yang tinggi masyarakat Madura, tong-Tong disulap menjadi seperangkat alat musik yang tidak kalah menarik dari alat musik modern. Musik tong-tong selain sebagai perwujudan lain seni musik, juga memiliki karakter khas kebudayaan yang mampu beradaptasi dengan kehidupan masa kini. Seni musik tong-tong bukan hanya menjadi alat musik penghibur, tetapi bukti bahwa setiap kekayaan lokal tidak bisa ditinggalkan dan dibiarkan.

Value

Musik tong-tong hadir bukan hanya untuk melengkapi seni musik lokal, tetapi juga sebagai kekuatan pembangkit musik-musik lokal lainnya. Musik lokal seperti musik tong-tong akan menjadi alternatif musik yang menjadi pilihan masyarakat modern. Di tengah geliat dan perkembangan seni musik modern yang makin mengaburkan identitas lokalitas, akibat gelombang modernisasi yang dahsyat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here