Rita Zaharah & Benyamin S – Gambang Kromong Naga Mustika

0

JAKARTA

Type of Collection: Vinyl
Artist/group: Rita Zaharah & Benyamin S
Album title: Gambang Kromong Naga Mustika (Pimp. Surjahanda, Arr/Pelaksana: S Dharmanto
Origin: Jakarta
Language: Betawi
Year of Release: 1971
Label: Indah Record
Serial number: SML-12018
Contributor: GCMB, 2014

Reference Links:

Tracklist

NoTitleSongwriterSinger
SIDE I
1Rindu AbangA. ChalikRita Zaharah/Benyamin S.
2Malam MingguSabeninRita Zaharah
3Ronda MalamAtjep SBenyamin S
4Djali-djaliN.NRita Zaharah/Benyamin S.
5Hoom Pim PahBenyamin SBenyamin S
6Salam MesraN.NRita Zaharah
SIDE II
7PatjaranDjoko SRita Zaharah/Benyamin S.
8Tjutji MateS. DharmantoBenyamin S
9Undur-undurDjoko SRita Zaharah
10Impian SemalamOei Yok SiangRita Zaharah/Benyamin S.
11Tukang DjalaAtjep S/SurjahandaBenyamin S
12Ndeng EndenganBenyamin SRita Zaharah

Biography

Rita Zaharah is an Indonesian keroncong singer, and movie actress. She was born in Singapore, December 5, 1942. Rita Zaharah is married with actor namely Piet Pagau and has eight children. Rita Zahara suffered a stroke in 2006. After almost a year in bed, she passed away on March 8, 2007 at the age of 64. Rita Zaharah, who has Minang blood, was very popular in the 1960s.

Benjamin Sueb is an actor, comedian and singer. He was born in Kemayoran, Jakarta, March 5, 1939, and passed away in Jakarta, September 5, 1995 at the age of 56. Benjamin Sueb started his career in the entertainment industry since 1950. Not only as an artist, Benjamin became an artist who contributed to the development of traditional Betawi arts, especially Gambang Kromong. Through this art, Benjamin Sueb’s name is increasingly widely known by the public. Benjamin Sueb’s success in the music industry began when he joined the Naga Mustika group. The group which made his name to be one of Indonesia’s famous singers.

About Album

This album is a collaboration between Rita Zahara and Benjamin Sueb accompanied with Gambang Kromong Naga Mustika Orchestra. This vinyl contains 12 songs sung by solo and duet. The atmosphere of the songs sung in this album mostly represents cheerful and humorous nuances.

The Gambang Kromong Naga Mustika Orchestra is based on the thought of modern Gambang Kromong music. Elements of modern music such as organ, electric guitar, and bass, combined with traditional musical instruments such as gambang, kromong, kecrek, gong and bamboo flute.

Story

The name Gambang Kromong is taken from the name of a musical instrument called gambang and kromong. The gambang (xylophone) itself is a musical instrument made of special wood which is put together with 18 blades of different lengths. So it produces a different tone when struck. Meanwhile, kromong is a musical instrument made of iron and its shaped similar to gamelan. Kromong consists of 10 pieces which are often referred to as ten pencons. The way to play it is also by hitting it because each pencon produces a different tone.

This art is fully influenced by Chinese culture which is reflected in the musical instruments used, namely tehyan, kongahyan, and sukong. In ancient times, the Chinese people were very fond of this art at parties or other events. This art emerged in Tangerang and developed in the 18th century. It started with a group of indigenous musicians who were in Nie Hoe Kong’s plantation. The figure at that time was labeled as a leader as well as a musician from China. At that time, this art is usually used as a welcome guest who comes to the residence of the Chinese. In addition, it is also used as an accompaniment to the Cokek dance.

In 1880, Ian Wangwe took the initiative to develop it with the support of Bek Teng Tjoe who was the head of the Chinese village area in Pasar Senen. Then the Gambang orchestra began to be united with the Kromong orchestra which became known as the Gambang Kromong. This art then developed and reached the peak of its glory in 1937. However, that does not mean in the following year it became submerged. Many indigenous musicians who contributed to develop it. One of the prominent artists who took part was Benjamin S. He eventually developed the modern Gambang Kromong in the 1960s as shown in this album. The modern Gambang Kromong innovation a combination of modern musical instruments such as guitar, drums, with various other musical ensembles.

Value

The combination of  two culture always creates something unique. The traditional art called Gambang Kromong is no exception. This Betawi music has very interesting things to learn from history, philosophy, to how to play it. Gambang Kromong is a Betawi traditional art that still exists and must be preserved.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 

Biography

Rita Zaharah adalah penyanyi keroncong, aktris film dan sinetron Indonesia. Beliau lahir di Singapura, 5 Desember 1942. Rita Zaharah menikah dengan aktor Piet Pagau dan dikaruniai delapan anak. Rita Zahara terserang penyakit stroke pada tahun 2006. Setelah nyaris satu tahun terbaring di tempat tidur, beliau tutup usia pada tanggal 8 Maret 2007 di umurnya yang ke-64. Rita Zaharah yang berdarah Minang ini sangat populer di era 1960an.

Benyamin Sueb adalah seorang pemeran, pelawak dan penyanyi. Beliau lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939, dan tutup usia di Jakarta, 5 September 1995 di umurnya yang ke-56. Benyamin Sueb memulai kariernya di industri hiburan Tanah Air sejak tahun 1950. Tak hanya menjadi artis, Benyamin menjadi seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya Gambang Kromong. Lewat kesenian ini juga, nama Benyamin Sueb semakin dikenal luas oleh masyakarat. Kesuksesan Benyamin Sueb di industri musik diawali ketika bergabung dengan grup Naga Mustika. Grup itulah yang mengatarkan namanya menjadi salah satu penyanyi terkenal Indonesia.

About Album

Album ini merupakan kolaborasi antara Rita Zahara dengan Benyamin Sueb yang diiringi oleh Orkes Gambang Kromong Naga Mustika. Vinyl ini berisi 12 lagu yang dinyanyikan kedua musisi tersebut baik secara solo maupun duet. Atmosfir dari lagu-lagu yang dinyanyikan dalam album ini sebagian besar merepresentasikan nuansa ceria dan senda gurau.

Orkes Gambang Kromong Naga Mustika ini dilandasi dengan pemikiran musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.

Story

Nama Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yang bernama Gambang dan Kromong. Gambang sendiri adalah sebuah alat musik yang terbuat dari kayu khusus yang disatukan berjumlah 18 bilah yang berbeda ukuran panjang. Sehingga menghasilkan nada berbeda ketika dipukul. Sementara itu, Kromong merupakan alat musik yang terbuat dari besi dan bentuknya serupa dengan gamelan. Kromong berjumlah 10 buah yang sering disebut juga dengan sepuluh pencon. Cara memainkannya juga dengan dipukul karena setiap penconnya menghasilkan nada yang berbeda.

Kesenian ini sepenuhnya dipengaruhi oleh budaya China yang tercermin dari alat musik yang digunakan yakni tehyan, kongahyan, dan sukong. Zaman dulu, masyarakat Tiongkok sangat menggemari kesenian ini pada saat pesta atau acara lainnya. Kesenian ini muncul di Tangerang dan berkembang pada abad ke 18. Dimulai dari sekelompok musisi pribumi yang berada di perkebunan milik Nie Hoe Kong. Sosok tersebut pada saat itu dicap sebagai pemimpin sekaligus pemusik dari Tionghoa. Pada saat itu, kesenian ini biasa digunakan sebagai penyambut tamu yang datang ke kediaman orang Tionghoa. Selain itu, juga digunakan sebagai pengiring tari Cokek.

Di tahun 1880, Ian Wangwe berinisiatif mengembangkannya dengan dukungan dari Bek Teng Tjoe yang merupakan kepala wilayah kampung Cina di Pasar Senen. Kemudian orkes Gambang mulai disatukan dengan orkes Kromong yang kemudian dikenal sebagai Gambang Kromong. Kesenian ini kemudian berkembang dan mencapai puncak kejayaannya di tahun 1937. Hanya saja, bukan berarti di tahun setelahnya menjadi tenggelam. Banyak musisi pribumi yang turut andil mengembangkannya. Salah satu figur seniman yang ikut ambil bagian adalah Benyamin S. Ia akhirnya mengembangkan Gambang Kromong modern di tahun 1960-an seperti yang terdapat dalam album ini. Sehingga kesenian ini masih dapat dinikmati. Inovasi Gambang Kromong tersebut dipadukan dengan permainan alat musik modern seperti gitar, drum, dan berbagai musik ansambel lainnya.

Value

Perpaduan antara dua budaya selalu menciptakan sesuatu yang unik nan indah. Tak terkecuali kesenian tradisional bernama Gambang Kromong. Musik khas Betawi ini memiliki hal yang sangat menarik untuk dikulik mulai dari sejarah, filosofi, hingga cara memainkannya. Gambang kromong merupakan kesenian tradisional Betawi yang hingga saat ini masih eksis dan harus terus dilestarikan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here