KEELOKAN SARASVATI, DEWI KESENIAN DALAM AGAMA HINDU: Dewatanya para Seniman dan Kaum Terpelajar

0

Oleh : M. Dwi Cahyono

  Om, puspa danta ya namah. ...         
  Om, Saraswati namostu bhyam
  Warade kama rupini Siddha rastu
  karaksami Siddhi bhawantu sadam. 
  Tarjamah :
  Om, Dewi Saraswati yang mulia dan 
  maha indah,cantik dan maha mulia.

A. Dewa/i Kesenian Purba di Dunia

Salah satu aspek penting di dalam kehidupan manusia adalah “kesenian”. Satu diantara tujuh unsur kebudayaan universal (culture universal) adalah “kesenian”. Dikatakan sebagai “univer- sal”, karena kesenian didapati “kapanpun dan dimanapun”. Kesenian dibutuhkan oleh semua manusia, kendati kebutuhan akan seni acap di- masukkan dalam kategori kebutuhan “tersier”. Demikian pentingnya kesenian, maka di dalam sejumlah religi, kesenian memiliki Dewatanya tersendiri, yaitu Dewa atau Dewi Kesenian.

Pada pantheon Yunani Purba, Dewi Kesenian diperani oleh Athena, yang merupakan (a) dewi kebijaksanaan, (b) penyusun strategi perang yang handal, (c) dewi seni, (d) dewi keindahan jiwa, (e) dewi kepandaian, dan sekaligus (f) dewi pendidikan. Anthena adalah putri Zeus dengan Metis. Adapun Dewa Pelindung Kese- nian bernama “Apollo”, yang sekaligus adalah dewa : cahaya, musik, pemanah, pengobatan, matahari, maupun penyair. Apollo menjadi con- toh mengenai semangat para dewi seni suara (dijuluki “Musagetes”). Dahulunya musik meru- pakan kesenian utama bagi para musa (dewi musik), yang dapat membuat irama maupun birama guna mengatur ketetapan waktu dalam memainkan karya seni mereka. Namun, yang mengherankan, tak terdapat dewi pelindung seni pahat, arsitektur, lukis dan plastis. Kala itu, puisi dan tari digolongkan di dalam seni musik oleh bangsa Yunani.

Selain Dewi Athena dan Apollo, dalam mitologi Yunani Purba juga terdapat Musai, yaitu kelom- pok Dewi “Pelambang Seni”. Mereka diyakini sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi seni. Pada awalnya terdapat tiga orang Musai, dan dalam perkembangannya menjadi sem- bilan. Tiap Musai memiliki spesialisasi : (1) Dewi Kalliope (puisi kepahlawanan), (2) Dewi Kleio (sejarah seni), (3) Dewi Erato (puisi cinta, sastra yang erotis), (4) Dewi Euterpe (sajak, sastra liris), (5) Dewi Melpomene (tragedi, drama sedih), (6) Dewi Polyhimnia (puisi suci dan seni musik), (7) Dewi Terpsikhore (paduan suara dan tarian), (8) Dewi Thalia (komedi), dan (9) Dewi Urania (astronomi, seniman bintang).

Pada mitologi Mesir Kuno, tidak disebut secara tegas mengenai Dewa/i keseni- nian. Alih-alih terdapat Dewa Pengrajin dan Arsitek (baik monumental msupun nonmonumental), yang bernama “Ptah”. Dewata ini diyakini sebagai dewa utama kota Memphis, yang berjasa me- rancang bentuk Bumi. Bangsa purba Maya pun juga memiliki dewa kesenian, yaitu Pawahtun, yang menjadi pelindung bagi penulis dan pelu- kis. Dewi kesenian juga terdapat dalam religi Jepang purba, yai- tu Benzaiten atau Benten, sebagai satu- satunya dewi di kelompok tujuh dewa keberunungan. Benzaiten merupakan dewa buddhis yang berasal dari dewi Sarasvati di India. Ia adalah dewi musik, seni, dan kecer- dasan.Benten digambarkan sebagai seorang dewi yang cantik, membawa alat musik biwa, yakni kecapi Jepang, dan tubuhnya dilingkari oleh ular putih. Orang-orang Jepang percaya bah- wa ular putih sebagai manifestasi Dewi Saraswati. Sebagai Dewi Kesenian, Benzaiten adalah Dewi pelindung bagi para seniman dan seorang entertainer. Kuil lho secara khusus digunakan untuk memuja Dewi Benzaiten di Enoshima (Suamba, 2008)..

Tentu masih terdapat Dewa/i Kesenian pada bangsa-bangsa lain di penjuru dinia. Dari pa- paran diatas, diperoleh suatu gambaran bahwa Dewata Kesenian ada yang dipersonifikasikan sebagai “Dewi”, seperti Dewi Athen dan sebu- lan Musai di Yunani Kuno maupun Benzaiten (Benten) di Jepang Purba. Pada kebudayaan India Kuno, khususnya dalam Agama Hindu, Dewata Keseniaannya juga dipersonifikasikan sebagai “Dewi”, yaitu Dewi Saraswati yang di- telah pada bagian-bangian berikut.

B. Sarawati, Dewi Kesenian Hindu

Saraswati (सरस्वती) adalah salah satu dari tiga dewi utama di dalam agama Hindu, selain Dewi Sri (Laksmi), sertai Uma (Parwati). Saraswati adalah sakti (istri) dari Dewa Brahma, yang dikonsep- si sebagai “Dewa Pencipta”. Sebut- annya, Saraswati, memiliki akar kata “sr”, yang berarti mengalir. Oleh sebab itu pada Regweda V.75.3 digambarkan sebagai Dewi Sungai, sela- in Dewi Gangga, Dewi Yamuna, Dewi Susoma, dsb .

Saraswati dikonsepsikan sebagai : (a) Dewi
Pengetahuan, (b) Dewi Kecerdasan, (c) Dewi Kesenian, (d) Dewi Kebudayaan, (e) Dewi Kebi- jaksanaan, (f) Dewi Pemberi Inspirasi, (g) Dewi Sungai, serta(h) Dewi Kesuburan. Dalam mito- logi Hindu, Dewi Saraswati dipersonifikasikan dengan waha- na berupa bnatang “elok” angsa (hangsa atau Hamsa) — terkadang burung me- rak, atau acap digambarkan duduk atau berdiri di permukaan bunga teratai. Angsa dan bunga teratai merupakan wahana atau asana (singga- sana) suci darinya, sebagai simbol kebenaran sejati. Angsa sekaligus lambang penguasaan atas Wiweka (daya nalar) dan Wairagya yang sempurna. Binatang ini memiliki kemampuan untuk memilah susu diantara lumpur, memilah antara yang baik dan yang buruk. Angsa bere- nang di air tanpa membasahi bulunya, bermak- na filosofi, bahwa orang bijaksana menjalani kehidupan tanpa terbawa arus keduniawian.

Dewi Saraswati dipuja di dalam agama Weda (Wedaisme). Nama Saraswati tercantum dalam Regweda dan juga dalam sastra Purana (kum- pulan ajaran dan mitologi Hindu) sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan (Vidyadevi), Dewi Kesenian maupun Dewi Dewi Kebijaksanaan. Pada aliran Wedanta, Saraswati digambarkan sebagai ke- kuatan feminin dan aspek pengetahuan. Dewi ini yang menguasai ilmu pengetahuan dan se- ni. Para penganut Wedanta meyakini bahwa dengan menguasai ilmu pengetahuan dan seni diperoleh salah satu jalan untuk bisa mencapai moksa, yaitu kondisi terbebas dari kelahiran kembali.

Dewi Saraswati dipersonifikasi sebagai sosok wanita cantik, dengan kulitnya yang halus dan bersih sebagai perlambang bahwa ilmu penge- tahuan suci akan memberi keindahan dalam diri. Busana yang dikenakanNya dominasi oleh warna putih, se- hingga terkesan sopan, yang memberi petunjuk bahwa pengetahuan suci akan membawa para pelajar kepada kebersa- hajaan. Lengan tangan berjumlah empat (catur bhyuja), yang melambangkan empat aspek ke- pribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan, yaitu : (a) pikiran, (b) intelektual, (c) waspada (mawas diri)/mulat sarira, dan (d) ego. Masing-masing tanyannya membawa : (a) pustaka (lontar, buku), yakni kitab suci Weda, yang melambangkan penge- tahuan universal, abadi, dan ilmu sejati; (b) aksamala (tasbih, ro- sario), yang melambangkan kekuatan meditasi ataupun pengetahuan spiritual; (c) wina, wadi- tra sebagai lambang kesempurnaan seni dan ilmu pengetahuan; serta (d) Damaru (kendang kecil).

Pada seni arca Hindu pada masa Jawa Kuna, arca Dewi Saraswati tak banyak dijumpai. Ka- laupun dijumpai, kebanyakan berwujud arca perunggu. Ada sebuah arca Dewi Saraswati berbahan perunggu dalam ukuran cukup besar (foto OD 3577) ini diketemukan tahun 1913 di Candirejo, Nganjuk, bersama dengan arca-arca lain yang mewujudkan Mandala Buddhis, kinj Disimpan di Museum Nasional. Dikatakan ber- asal dari akhir abad X atau awal ke XI Masehi. Digambarkan memainkan wina, yang berwujud “Makara Wina”. Mirip juga dengan arca perung- gu berasa dari Surocolo Jawa Teeng,, yang dii- dentifikasikan dengan Vajragiti, yaitu seorang Dewi dalam Mandala Buddhis. Dikatakan asal awal abad X Masehi. Terdapat pula sebuah ar- ca Dewi Saraswati dari batu andesit pada foto dokumen Kern GD. 01 067 (tahun 1901-1956). Digambarkan sebagai memainkan wina, yang bentuknya menyerupai husapi bersenarksn tiga dari Aceh. Kedati pada ikonografi lama (Masa Hindu-Buddha) tidakl banyak dijumpai, namun dalam wujud arca baru dengan berbagai bahan (patung dan ukir kayu, arca logam, monumen), beragam ukuran hingga berbagai gaya ikono- grafinya kini banyak kedapatan di Bali. Bahkan dalam tradisi Hindu Dharma di Pulau Bali “Hari Saraswati” ojeg diperingati dan dirayakan seba- gai riitus tahunan. Hal demikian juga kedapat- an juga marak di India.

C. Laksana Khas Saraswati sebagai Dewi Kesenian

Sebagai Dewi kesenian atau keindahan, atrubut-atrubut seni hadir sebagai laksa- na dari Dewi Saraswati, yang antara lain berupa waditra (music instrument), yai- tu : (a) wina, dan (b) damaru. Dalam seni musik India, wina adalah nstrumen musik yang melambangkan kesempur- naan seni dan ilmu pengetahuan. Wina juga menjadi lambang seni budaya dan suara merdu. Simbol pengetahuan hendaknya wina dimainkan dengan dilan- dasi kesucian Dewi Saraswati yang di dalam mitologi India adalah musisinya, sehingga dengan alunan merdu suara wina membuat pendengar terbuai dan terbawa oleh suasana yang menyenang- kan Inilah gambaran bahwa ilmu pengetahuan mengandung atau dapat menciptakan seni bu- daya, estetika dan etika yang tinggi.

Alat musik ini termasuk dalam keluarga kordo- fon (waditra berdawai) asal dari sub kontinen India. Pada perkembangannya, wina mengha- silkan banyak variasi wa- ditra, seperti kecapi, zithers dan harpa lengkung. Ba- nyak desain regional mempunyai nama berbeda, seperti sebutan : “Rudra vina, Saraswati vina, Vichitra vina, dsb.”. (Her- mawan, Ghazali, dan Deris, 2014: 512; Sanyal dan Widdess, 2004:23-25). De- sain wina di India Utara di dalam musik klasik Hindustan berwujud tongkat sitar. Wina adalah wadita penting di India, se- lain sitar, sarod, tamburam dan tabla.

Waditra yang serupa dengan wina juga hadir pada Dewi Kesenian Jepang kuno, yaitu Dewi Ben-Zai-ten (Benten), yang diyakini sebagai sebuah manifestasi Saraswati, sebagai “Dewa Agung atas pikiran” (Dai- ben-Zaitcn)” yang da- pat menganugrah- kan kekuatan, kebahagiaan, kekayaan, umur panjang, kemasyuran maupun kemampuan berfikir. Dalam tradisi Jepang, De- wi Benten ditampilkan seorang wanita cantik, yang kenakan jubah model aristocrat China, sembari memainkan biwa, yaitu sejenis kecapi leher pendek yang digunakan di dalam musik tradisional Jepang. Biwa diperkenalkan masuk ke Jepang dari Tiongkok. Dawainya dari senar, dan ada tiga variasi yang berbeda dari biwa. Salah satunya adalah Gaku Biwa, yang mem- pumyai pasak tebal dan kecil untuk senar. Dewi Benten adalah dewa yang berkuasa atas musik, pembelajaran, kebudayaan, hiburan yang dihu- bungkan dengan seni, sungai dan air.

Waditra lain yang juga menjadi laksana Dewi Saraswati adalah “damaru (डमरु)”, yaitu ken- dang dengan ciri khusus : (a) resona- tor kecil serta bentuknya “berpinggang”, (b) membran di dua sisi, menutup ujung kanan-kiri tabung resonator, dan (c) dbunyikan dengan digun- cang-guncang, agar butiran yang dipasang pada tali mengenai membran dan menimbul- kan bunyian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kata “damaru” hanya diarti- kan gendang kecil. Ada definisi lain yang lebih lengkap, yaitu gendang kecil berkepala dua, yang dipergunakan dalam agama Hindu dan Buddha Tibet. Dalam Ikonografi Hindu, selain damaru menjadi laksana (petanda khusus) Siwa, damaru juga menjadi laksana Saraswati. Dama- ru juga melambangkan jiwa, yakni jiwa yang tidak berdaya dan bergerak sesuai dengan kehendakNya. Dua segi tiga di damaru mewakili juga pikiran dan tubuh. Sementara nada yang dikeluarkan me- wakili kelahiran dan kematian.

Sebagai Dewi Kesenian, Saraswati dipersonifi- kasikan sebagai sosok perempuan yang cantik. Memang, beautifilty (kecantikan atau keelokan) adalah salah satu sifat kesenian. Selain keelok- an itu hadir pada diri Sang Dewi, juga tampil di binatang sebagai wahananya, yaitu angsa atau merak. Ge- pak sayapnya kian menghadirkan aspek Keindahan dari Ikonografi Saraswati. Se- lain itu, keelokan juga tampil pada asana yang yang berwujud bunga teratai. Pendek kata, iko- nografis dari Dewi Saraswati menghadirkan nuansa keindahan (este- ka) yang selaras de- ngan perlambangNya sebagai Dewi Kesenian atau Dewi Kebu- dayaan.

Demikian, tulisan ini cuma sekilas telaah peri- hal Dewi Saraswati, sebagai Dewatanya para seniman dan sekaligius kaum terpejar yang bijak- sana. Semogalah telaah ini memberikan kefaedahan bagi para pembaca yang budiman. Nuwun..

Sangkaling, 2 Januari 2022
Griyajar CITRALEKHA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here