Perjalanan Museum Musik Indonesia (MMI) sampai berkembang seperti sekarang ini tak lepas dari dukungan Pak Triawan Munaf. Atas fasilitasi jajaran dari Badan Ekonomi Kreatif yg dipimpinnya, MMI memperoleh kepercayaan untuk membantu Ambon menjadi City of Music yang diakui UNESCO.
Pertama kali saya melihat foto Pak Triawan ya di majalah Aktuil saat bergabung dalam group Giant Step. Itu kira-kira tahun 1977. Setahun kemudian Giant Step tampil di Malang dan Triawan memainkan keyboard. Mainnya progresif dengan gaya panggung yang kalem uuntuk ukuran musik rock. Saat itu saya hanya meliput penampilannya di panggung GOR Pulosari, tidak sempat bertemu atau wawancara.
Tatap muka baru terjadi sekitar tahun 2013 saat ada acara kumpul-kumpul di Blok M, Jakarta. Hadir juga Benny Soebardja, Jelly Tobing dan beberapa komunitas.
Surprise, tahun 2016 Triawan datang ke Malang dalam acara Bekraf dan menyempatkan berkunjung ke MMI bersama beberapa deputinya. Saat itu namanya masih Galeri Malang Bernyanyi dan berlokasi di sebuah rumah yang masa kontraknya akan berakhir.
Selama di Malang Pak Triawan juga berkomunikasi dengan Abah Anton, Walikota Malang. Akhirnya MMI diberikan izin oleh Walikota untuk menempati Gedung Kesenian Gajayana dan berlangsung sampai sekarang. Barangkali inilah upaya luar biasa Pak Triawan memperjuangkan MMI untuk bisa menggunakan gedung kesenian yang dimiliki Pemerintah Kota.
Setelah 2016, saya seringkali bertemu dengan Pak Triawan. Saya hitung ada tujuh kali jumpa di Ambon, Malang dan Jakarta. Bahkan puteri beliau, Sherina Munaf sempat berkunjung ke MMI pada akhir tahun 2016. Sebuah piringan hitam Giant Step sempat pula beliau hibahkan melalui Benny Soebardja untuk menambah koleksi MMI.
Pak Triawan sudah turut menggerakkan roda-roda MMI sehingga museum musik bisa berkesinambungan sampai hari ini. Ke depan, doa dan nasihat beliau tentu sangat kami perlukan agar MMI bisa berkembang menjadi salah satu daya ungkit kemajuan musik di Indonesia. (Hengki Herwanto, Dewan Pengawas Museum Musik Indonesia).