Bongkar

0

1.Bongkar

Album:Swami, Penyanyi Iwan Fals, Pencipta Iwan Fals, Sawung Jabo, Label Airo Swadaya Stupa Record, Tahun 1989

Jika sebuah lagu dianggap mampu mewakili kenyataan social, jika kesenian dianggap mampu mengungkap sejarah hingga ke titik paling autentik, maka “Bongkar” adalah fakta tak terbantahkan bahwa kultur feodalisme begitu berurat akar di ranah tercinta ini.Para penguasa semata-mata menghamba pada kedudukan, bukan pada kepentingan rakyat kecil, sehingga nurani mereka tak menyisakan sedikitpun ruang bagi keadilan.Karena bagi mereka, keadilan hanyalah konsumsi para penghuni kerak neraka.

Tema besar lagu ini adalah persoalan eksistensialisme.Rezim otoritarian telah dengan sistematis mencampakkannya selama puluhan tahun melalui berbagai tindakan represif. Dari hari ke hari rakyat menyaksikan pameran keserakahan, ketidakpastian serta berbagai bentuk peninmdasan lainnya.Kesabaran yang dihasilkan oleh ketertekanan bukanlah ruang tak bertepi seperti  yang dimiliki Yudhistira dalam kisah Mahabharata.Kesabaran dalam konteks kehidupan social di Indonesia berpotensi menjadi amuk.Ketika seluruh katup harapan telah tersumbat, dan ketika para wakil rakyat sibuk memperkaya diri, “Bongkar” menawarkan solusi: turun jalan !

Iwan Fals dan Sawung Jabo memiliki kesamaan sudut pandang dalam hal menulis lagu.Yakni, sama-sama prihatin atas nasib rakyat kecil dan menjadikannya sumber inspirasi kepenulisan sepanjang karier mereka.Oleh karena itu, secara tematik, duet Iwan-Jabo pada “Bongkar” sebenarnya tidak melahirkan perspektif baru.Yang terjadi kemudian, keduanya tiba-tiba menampilkan ekspresi serius.Protes social tidak lagi disampaikan melalui humor getir sperti halnya “Ambulance ZigZag” (Iwan Fals) atau “Badut” (Sawung Jabo), melainkan lewat lirik menyentuh sekaligus gelap.Hasilnya nyaris setara dengan karya yang pernah dihasilkan oleh duet legendaries semisal Elton John-Taupin, Lennon-McCartney ataupun Jagger-Richard. “Bongkar” teramat dahsyat untuk dikatakan sebagai kolaborasi biasa saja.Lagu ini tak lagi sekedar bertanya ihwal hakikat hidup seperti “Blowing In The Wind”-nya Bob Dylan, figure idola Iwan Fals, melainkan sudah merupakan jawaban tentang hakikat hidup itu sendiri.Bahwa keadilan harus direbut melalui keringat dan darah.Kalimat demi kalimat terasa sangat provokatif, jika tak mungkin ditulis mengancam.”Ternyata kami harus turun ke jalan/Robohkan setan yang berdiri mengangkang.”

Lagu ini ditulis di Gin, studio rekaman yang terletak di antara sumpeknya daerah Petojo, Jakarta Barat, Desember 1989.Jika dikaitkan pada perjalanan seorang Iwan Fals, proses pembuatan album perdana Swami terjadi setelah pembatalan tur 100 kota untuk album Mata Dewa yang mengempaskan energy senimannya sehingga pernah terbersit niat untuk berhenti menyanyi.Sulit untuk mengingkari bahwa secara psikologis Iwan Fals masih berada dalam kekecewaan mendalam akibat peristiwa tersebut.Ketidakadilan yang terus menerus berlangsung seolah mengikis rasa humornya.Namun situasi kemudian membimbingnya hingga berada di tengah komunitas musisi yang secara kreatif terbiasa berada di luar lingkaran industry music mainstream.Sawung Jabo (gitar akustik), Naniel (flute, rekorder), Inisisri (drum, perkusi) dan Nanoe (bas).Mereka relative sangat akrab dengan segala persoalan kaum grassroot. Bersama Sawung Jabo, Iwan Fals  seperti menemukan momentum untuk menyampaikan kegelisahan.

Inisisri, bos kelompok kesenian Kahanan dari Cirebon, memahami betul kemana tujuan lagu ini mengarah.Dia menangkap aura frustasi dan merefleksikannya lewat permainan konstan sejak instro lagu hingga koda.Pukulannya yang keras dan ritmis pada floor terdengar bagai irama kematian, ditemani cabikan bas nanoe yang bermain senafas.Inisisri hamper tidak membuat variasi pukulan, seolah takut akan membuyarkan inti persoalan yang tengah disampaikan Iwan Fals dengan suara lantang.Namun jika menyimak dengan seksama aransemen keseluruhan, personel Swami nampaknya sepakat untuk menempatkan Inisisri sebagai ‘penguasa tunggal’ lagu ini.Suara instrument gitar, flute dan harmonica berhenti pada fungsinya sebagai ornament, tidak berdiri sendiri.

Direkam dan diedarkan ketika rezim Orde Baru tengah berkacak pinggang, tak pelak lagu “Bongkar”, seperti halnya lagu-lagu lain di album perdana Swami, adalah sebuah nyanyian murung yang berbahaya.Dengan sebagaian besar tema berisi protes keras yang menyambar ke sana ke mari, personel Swami sepertinya telah siap untuk dihabisi pada saat mengayunkan langkah pertama.

“Kami bertanya, tolong kau jawab dengan cinta…” (Denny MR)

*Sumber:150 Lagu Indonesia Terbaik.Majalah Rolling Stone, Jakarta, Edisi Desember 2009. Sumbangan: Bapak Hengki Herwanto, Malang, 14 Juli 2013.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here