
RITMEKOTA, Kumpulan Tulisan Musik dari Kota Malang
Penulis:Radinang Hilman, Alfan Rahadi, Prana Okta, Fajar Adhityo, Dewi Ratna, Didid Haryadi, Zidni R.C haniago, KMPL, Nova Ruth, Han Farhani, Lydia Alessia, Agung Rahmadsyah
Penyunting: Samack
Riset dan dokumentasi: Solidrock x Rekam!
Publisitas dan Relasi Media: Dewi Ratna
Ilustrasi Sampul: Aldymavl
Tata letak dan sampul: M.Dandy
ISBN: 978-623-7283-12-6
Cetakan pertama:2019
Ukuran buku: 12 x 19 cm, xvi + 159 halaman
Penerbit: Pelangi Sastra Malang dan RitmeKota
Daftar Isi
Catatan Editor-Samack (Membangun Narasi dan Ritme Tentang Kota)
Sebuah Pengantar-Muhammad Hilmi (Tafsir Akan Kesederhanaan, Menuju Keabadiaan)
Radinang Hilman (Geliat Rock Alternatif Kota Malang dalam Tiga Babak)
Alfan Rahadi (Gelombang Pasang Emo Revival di Malang)
Prana Okta (Malang City Hardcore dalam Dua Warsa)
Fajar Adhityo (Perjalanan Industri Record Label di Kota Malang)
Dewi Ratna (Malag Sub Pop: Hidupkan Tempat Wisata Mangkrak)
Didid Haryadi (Munir Said Thalib Epos “Di Udara” Hingga Militansi untuk Para Los Desaparecidos)
Zidni R.Chaniago (Dare to Art, Dare to Win:Attend Gigs Dead or Alive)
KMPL (Romantika Jogeder:Menulis Tani Maju dari bawah Panggung)
Nova Ruth (Lahir di Kampung Glintung untuk Menantang Perbatasan)
Han Farhani (Mengapa Saya Menyanyikan Puisi?)
Alessia Wyneini (Kolase Kerinduan dalam Bingkai Houtenhand)
Agung Rahmadsyah (Musik, Malang dan Dunia yang Penuh Kejutan)
RITMEKOTA berisi berbagai catatan, rekam jejak, serta esai personal seputar scene music di Kota Malang.Buku ini melibatkan 12 penulis yang (pernah) hidup dan menghidupi kancah music di kota ini.Mereka berbagi soal denyut dan dentum ekosistem music di Kota Malang.Menuturkan kisah personal di balik proses kreatif dalam berkarya, serta keputusan untuk menantang takdir hidup lewat bermusik atau memilih bahagia saat “bertemu” dengan keseruan khazanah music di sekitarnya.Di sini mereka menulis tentang kancah rock alternatif, emo revival, hardcore, label rekaman, geliat gigs dan pertunjukan, profil fanbase band yang militant serta gagasan musikalisasi puisi dan titian rima hip hop.Dari kampung Glintung, Pulosari, hingga sudut kampus di Veteran.Dari atmosfir Legipait, Srawung hingga Houtenhand.Dari dedikasi komunitas seperti MCHC, MH2C, hingga Malang Sub Pop.Berbalut taburan romantika dan bumbu sentimentalia, buku ini memang nyaris tanpa narasi pencapaian yang hebat atau success story seperti kebanyakan kisah-kisah “from zer to hero” yang klise.Lagipula, bukankah kebanyakan hidup juga seperti itu.Jadi, Malang, kenapa kita tidak berdansa saja !
Sumbangan dari: Radinang Hilman, 10/9/2019